Jakarta (ANTARA) - Pengamat terorisme dan intelijen Ridlwan Habib mengatakan ada tiga konsekuensi setelah kelompok kriminal bersenjata berubah dan ditetapkan menjadi teroris.
Direktur The Indonesia Intelligence Institute Ridlwan Habib di Jakarta, Jumat, mengatakan pemerintah resmi menyebut KKB menjadi teroris. Pengumuman label teroris bagi gerombolan bersenjata di Papua itu disampaikan oleh Menkopolhukam Mahfud MD.
"Pertama ujung tombak penanganan adalah Polri dalam hal ini Densus 88, dan para pelaku dihukum menggunakan UU 5 tahun 2018," kata Ridlwan.
Polri kata dia bisa meminta bantuan TNI, bahkan pasukan khusus TNI dalam operasi penegakan hukum terhadap terorisme.
Baca juga: Anggota DPR: Pasukan terlibat pemberantasan teroris harus terstruktur
Baca juga: Polri bahas pelibatan Densus usai KKB jadi organisasi teroris
Baca juga: Komnas HAM nilai lebih penting tegakkan hukum transparan adil di Papua
"Namun perlu segera ada Perpres TNI mengatasi terorisme sebagai payung hukum dan bisa segera ditandatangani oleh Presiden Jokowi," kata dia.
Konsekuensi kedua menurut dia adalah penyebutan secara spesifik kelompok terorisme di Papua mesti berdasarkan pimpinan mereka.
Jangan sampai kata Ridlwan salah menyebut sebagai kelompok teroris Papua karena akan membuat marah warga Papua lain yang tidak mendukung.
"Sebut saja nama kelompoknya misalnya kelompok teroris Lekagak Telenggen, kelompok teroris Goliat Tabuni, kelompok teroris Kely Kwalik, dan seterusnya," ucapnya.
Ridlwan menambahkan, konsekuensi ketiga adalah Densus 88 bisa menangkap siapa saja yang setuju, atau mendukung aksi-aksi bersenjata di Papua. Termasuk mereka yang mendukung di medsos.
"Misalnya Veronika Koman, selama ini mendukung KKB di Twitter, bisa ditangkap atas dugaan terorisme sesuai UU 5 tahun 2018," kata Ridlwan.
Penangkapan itu juga bisa dilakukan terhadap aktivis-aktivis pro KKB yang berada di kota-kota di luar Papua.
"Misalnya di Yogya, di Surabaya, kalau ada indikasi kelompok itu mendukung KKB sekarang bisa dihukum dengan UU terorisme," kata dia lagi.
Ridlwan menjelaskan dengan demikian perlu dipikirkan masifnya penangkapan, termasuk kapasitas penjara yang digunakan nanti.
"Pergantian istilah menimbulkan konsekuensi serius yang harus disiapkan pemerintah," ujarnya.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021