Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan penegakan hukum dan penanganan kasus berbasis gender penting untuk dilakukan demi mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban, utamanya perempuan.
Untuk itu, Menteri Bintang mengapresiasi peluncuran Center of Women Empowerment in Law Enforcement Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga yang merupakan wadah bagi perempuan yang bergerak di bidang penegakan hukum untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman terkait perlindungan perempuan dan anak.
"Segala bentuk upaya untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan tidak boleh ditunda lagi. Apalagi, mayoritas kasus kekerasan terhadap perempuan berada pada ranah domestik, tekanan psikologis yang lebih dalam pun semakin menyertai penyintas, terutama dengan berbagai batasan untuk keluar rumah akibat pandemi COVID-19," ujar Bintang Puspayoga melalui siaran persnya di Jakarta, Jumat.
Oleh karenanya, dirinya mengapresiasi Universitas Airlangga yang telah menginisiasi peluncuran Center of Women Empowerment in Law Enforcement. Semoga wadah ini dapat membantu para penegak hukum perempuan untuk meningkatkan kesadaran, kepekaan, dan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan yang mengedepankan kepentingan terbaik korban, ujarnya.
Baca juga: Menteri PPPA: Penghapusan kekerasan seksual tidak dapat ditunda
Baca juga: Menteri PPPA: Upaya pencegahan KDRT harus libatkan generasi muda
Menteri Bintang berharap wadah ini dapat memberikan advokasi, sosialisasi, dan pemahaman yang masif bagi masyarakat terkait pentingnya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan yang berbasis gender.
Berdasarkan catatan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), sepanjang 2020 terdapat 7.464 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa, dimana 60,75 persen diantaranya merupakan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Menteri Bintang melanjutkan pada kenyataannya, korban kekerasan membutuhkan berbagai layanan spesifik dan berperspektif gender. Penyedia layanan tidak boleh menyudutkan atau menyalahkan korban terhadap kekerasan yang menimpanya.
Mereka juga harus diberikan pemahaman bahwa seringkali korban merasa tidak berdaya secara psikis sehingga tidak memiliki kekuatan atau keberanian untuk melawan atau kabur dari peristiwa itu.
Ketua Center of Women Empowerment in Law Enforcement Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Juansih mengatakan wadah ini merupakan bentuk kolaborasi antara Polwan RI dengan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman, edukasi, sosialisasi, serta pendampingan yang difokuskan bagi perlindungan perempuan dan anak. Wadah ini terutama agar bermanfaat bagi perempuan yang bergerak di bidang penegakan hukum.
Baca juga: SAPA 129 dorong laporan kekerasan terhadap perempuan-anak
Baca juga: Menteri PPPA: Kekerasan online terhadap perempuan naik selama pandemi
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021