Jakarta (ANTARA News) - Ditjen Pajak memberlakukan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 untuk Wajib Pajak-Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP-OPPT) sebesar 0,75 persen dari pendapatan bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha yang dimilikinya.

Kasubdit Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh dan PPh Orang Pribadi Dasto Ledyanto ketika ditemui di Jakarta, Jumat, mengungkapkan bahwa selama ini penerapan pajak bagi pengusaha tertentu (dalam definisi Ditjen Pajak) masih belum dilaksanakan dengan baik dan WP-OPPT yang memiliki penghasilan setahun, masih belum terdata dengan maksimal.

"Ada pengusaha yang memiliki ruko lebih dari satu, atau memiliki apapun bentuk penjualannya, masih belum melaporkan PPh pasal 25 mereka. Karena itulah saat ini kita buat peraturan baru yang maksudnya agar pengawasan kewajiban PPh WP OPPT ini bisa optimal," ujarnya.

Ia menjelaskan hal itu mengenai Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.Per-32/PJ/2010 yang mulai diberlakukan 12 Juli lalu dan penerapannya untuk WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha.

"Dengan peraturan baru ini, bila ada pengusaha kecil atau menengah yang memiliki ruko atau unit usaha lebih dari satu, maka setiap unit usahanya tinggal dikenakan pajak 0,75 persen. Jadi WP OPPT ini tidak kesulitan lagi dalam menghitung peredaran bruto dari semua tempat usahanya," ujarnya.

Menurut dia, para WP-OPPT yang melakukan pembayaran angsuran PPh pasal 25 dan Surat Setoran Pajak (SSP)-nya tersebut, telah mendapat validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dianggap telah menyampaikan SPT masa PPh pasal 25.

Selain itu, WP-OPPT tidak wajib menyampaikan SPT PPh pasal 25 di KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal apabila tidak melakukan usaha sebagai pedagang pengecer di tempat tinggalnya.

Ia menjelaskan untuk mempermudah pembayaran pajak 0,75 persen dari tiap unit usaha pedagang ini, maka bisa dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa atau kantor pos Persepsi dengan menggunakan SSP.

"Jadi pembayarannya tidak di kantor Pajak, melainkan bisa di kantor Pos atau Bank-Bank yang ditunjuk oleh Ditjen Pajak," ujarnya.

Namun, Ditjen Pajak mengakui masih kesulitan untuk mengoleksi PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP-OPPT), terutama melalui penjualan online alias dunia maya.

Menurut Direktur Penyuluhan dan Pelayanan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Iqbal Alamsyah, untuk pengusaha yang menjalankan usaha melalui online, penerapannya masih sulit untuk dideteksi.

"Sebenarnya tidak penting dimana lapaknya. Karena apapun bentuk usahanya dan bila telah melakukan transaksi penjualan maka wajib membayar pajak. Sementara kesulitan kita adalah tidak ada yang melapor dan masih rendahnya kesadaran para wajib pajak ini," ujarnya.

Selain itu, ia mengatakan kelemahan yang masih ada di Ditjen Pajak adalah Informasi Tekhnologi (IT) dan profesionalitas Sumber Daya Manusia (SDM) Perpajakan.

"Masalah pajak ini kan masalah kejujuran. Selagi tidak jujur dan tidak melaporkan, ya itulah masalah kita. Kedepan yang Ditjen Pajak tingkatkan harus di IT dan SDM-nya. Kita akan terus berupaya menertibkan pajak," ujarnya.(T.S034/B012/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010