Seperti dilaporkan Mailonline, satu tim ilmuwan memperkirakan bahwa mahluk asing mungkin sudah beberapa dasawarsa menggunakan tweets kosmis ''untuk menghubungi manusia" namun luput dari perhatian.
Pesan yang dikirim tentunya tidak terbatas 140 karakter seperti di Twitter, kemiripannya adalah pesan itu dikirim pendek dan terarah, bukan disiarkan terus menerus ke segala arah seperti yang selama ini diperkirakan.
Alasannya? karena peradaban asing cenderung berusaha membuat teknologi pensinyalan yang efisien.
"Pendekatan ini dapat diibaratkan mengirim pesan pendek lewat Twitter dan bukan pesan seperti Novel 'War and Peace'," kata Dr James Benford, ahli fisika dan presiden Microwave Sciences.
Saudara kembarnya Gregory, astrofisikawan di University of California menambahkan bahwa pada semua bentuk kehidupan, evolusi akan memilih yang efisien.
"Mengirimkan sinyal melewati tahun-tahun cahaya akan membutuhkan sumber daya yang besar," katanya.
Duo saudara itu mencari bentuk lain kehidupan di galaksi tapi mencoba berpikir dari sudut pandang mahluk asing.
Mereka menyimpulkan bahwa ilmuwan yang terlibat di Search for Extra-Terrestrial Intelligence atau SETI, mungkin telah mengambil pendekatan yang keliru selama lima dekade.
Benford bersaudara dalam tulisan mereka di jurnal Astrobiology, menyatakan sinyal mahluk asing tidak disiarkan ke segara arah tapi secara sempit diarahkan pada 9 hingga 10 gigahertz .
Pencarian SETI ibarat mercusuar menyisir galaksi tapi hal itu bisa melewatkan saat-saat mahluk asing mengirim pesan singkat mirip Twitter berisi "kami ada di sini".
Duo Benfords juga mengatakan ilmuwan SETI mencari di tempat yang salah.
Strategi mereka antara lain mendengarkan sinyal dari bintang terdekat, padahal menurut Benfords, seharusnya ilmuwan mengarahkan perhatian kepada pusat galaksi.
"Bintang-bintang itu bermiliar-miliar tahun lebih tua dari matahari kita, berarti ada kemungkinan yang lebih besar untuk kontak dengan peradaban yang lebih maju daripada mengarahkan receiver-receiver ke kelompok bintang yang lebih muda dan lebih sedikit," tulis Gregory Benford. (A038/BRT)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010