"Hapuskan pemenjaraan terhadap anak karena hal itu tindak kekerasan yang berpotensi mengganggu hak-hak dasar mereka, kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang," kata Ketua KPAI, Hadi Supeno, ketika dihubungi dari Magelang, Kamis malam.
Ia mengatakan, pemenjaraan terhadap anak, apapun alasannya adalah tindak kekerasan dan bertentangan dengan hakikat hukuman sehingga harus dihapus.
Hingga saat ini, katanya, sekitar enam ribu anak berstatus sebagai anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Mereka mendekam di penjara baik penjara anak maupun dewasa, dan berstatus sebagai tahanan.
Ia mengatakan, anak yang saat ini berada di penjara harus segera dipindahkan ke berbagai panti sosial yang memberikan dukungan bagi kelangsungan hidup dan tumbuh kembang mereka secara memadai.
"Sedangkan mereka yang masih dalam proses hukum agar diselesaikan melalui pendekatan restoratif dan diversi pengalihan hukuman," katanya.
Selama masih terdapat penjara anak, lebih-lebih anak di penjara bersama orang dewasa, katanya, Indonesia tidak akan sampai kepada tataran kehidupan yang layak bagi anak.
Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada 23 Juli, katanya, sebagai momentum yang tepat terutama untuk pemerintah dalam menangani secara serius kebijakan tentang ABH.
Walaupun Kepala Polri sudah mengeluarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pedoman Implementasi Hak Asasi Manusia, enam instansi pemerintah pusat terkait telah menandatangani nota kesepahaman tentang penanganan ABH, dan bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan perintah penanganan kelompok marginal secara komprehensif termasuk ABH, katanya, hal itu belum mengubah praktik penghukuman di lapangan.
KPAI, katanya, hingga saat ini masih menerima laporan dari berbagai daerah dan temuan hasil pantauan di beberapa Lembaga Pemasyarakatan Anak dan Lapas Dewasa terkait perlakuan terhadap ABH.
"Laporan dan temuan itu menyangkut bagaimana anak-anak yang disangka melakukan kenakalan telah diperlakukan sebagaimana halnya orang dewasa, sebagai pelaku kriminal," katanya.
Misalnya, katanya, terkait dengan ujian nasional dan ujian akhir sekolah berstandar nasional, beberapa anak terganggu dan bahkan gagal mengikuti kegiatan itu karena harus berurusan dengan proses peradilan.
Sebagian dari anak yang diadili, katanya, dalam penyidikannya juga masih menerima perlakuan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum.
Pada kesempatan itu ia menyatakan mendesak pemerintah segera menyerahkan draft Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Anak (SPA) kepada DPR agar segara dibahas setelah lima tahun terakhir digodok.
"Sambil menunggu penyelesaian RUU SPA, semua instansi terkait agar menginstruksikan jajarannya, bahwa penanganan ABH dilarang membawa kepada peradilan formal tetapi sebaliknya harus menempuh keadilan dengan jalan pemulihan dan diversi atau pengalihan hukuman sehingga tidak berpeluang terjadi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip perlindungan anak yakni kepentingan terbaik bagi anak dan non-diskriminasi," kata Hadi Supeno. (M029/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010