Organisasi memberikan dukungan mulai dari menerapkan kerja jarak jauh dan protokol keselamatan, sampai membantu karyawan dengan problem pribadinyaJakarta (ANTARA) - Hasil survei perusahaan jasa finansial PricewaterhouseCoopers (PwC) menemukan sekitar 50 persen responden yang merupakan pemimpin perusahaan di Indonesia, telah mempermanenkan pola kerja jarak jauh seperti work from home (WFH).
"Menariknya, 50 persen responden Indonesia telah menjadikan kerja jarak jauh sebagai pilihan permanen bagi karyawan mereka, sementara hanya 39 persen responden global yang menetapkan kerja jarak jauh permanen," kata Forensic Advisor PwC Indonesia Paul van der Aa dalam rilis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia mengemukakan terkait dengan pola kerja jarak jauh, infrastruktur pendukung dan kapabilitas mengolah data sangat penting, terutama karena kerja jarak jauh memenuhi kebutuhan akan cara pengambilan keputusan yang jelas dan memicu risiko serangan dunia maya.
Paul memaparkan delapan dari sepuluh organisasi di Indonesia melaporkan bahwa mereka berencana untuk meningkatkan investasi mereka dalam membangun ketahanan melalui manajemen krisis, kelangsungan bisnis, dan perencanaan darurat.
Ada banyak cara untuk dijalankan untuk itu, ujar dia, tetapi dilaporkan hanya 22 persen dari responden yang merasakan bahwa berbagai fungsi manajemen krisis mereka terintegrasi dengan sangat baik.
"Di masa yang belum pernah terjadi sebelumnya, organisasi mengambil tindakan penting untuk fokus pada kesehatan karyawan dalam menanggapi COVID-19. Organisasi memberikan dukungan mulai dari menerapkan kerja jarak jauh dan protokol keselamatan, sampai membantu karyawan dengan problem pribadinya," paparnya.
Paul mengemukakan bahwa sebagai pembelajaran, para pemimpin bisnis menyadari bahwa fondasi ketahanan dapat membuat perbedaan antara menurun atau berkembang kinerja bisnisnya.
Global Crisis Survey PwC secara global memiliki responden lebih dari 2.800 pemimpin perusahaan yang mewakili berbagai skala bisnis di 29 industri dan 73 negara (termasuk 112 pemimpin usaha di Indonesia).
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Industri Johnny Darmawan mengatakan bahwa ia memilih pengetatan protokol kesehatan secara disiplin dibandingkan kembali menerapkan bekerja dari rumah (WFH) secara penuh.
"Saya tidak setuju kalau WFH 100 persen. Karena sekarang kita sudah berjalan ekonominya, sudah banyak perbaikan, yang terpenting adalah kita jangan terlena dengan adanya vaksin," katanya.
Menurut Johnny, lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi di India dapat dijadikan contoh agar masyarakat Indonesia tetap menjaga protokol kesehatan dan senantiasa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, tes usap masih perlu dilakukan untuk menelusuri penyebaran virus COVID-19. Johnny menambahkan, jika WFH diberlakukan kembali, maka dikhawatirkan perekonomian akan kembali terpuruk.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 melaporkan telah terjadi peningkatan penularan SARS-Cov-2 penyebab COVID-19 pada klaster perkantoran di DKI Jakarta dalam dua pekan terakhir.
"Pada 5-11 April 2021 terdapat 157 kasus positif COVID-19 di 78 perkantoran. Sementara pada 12-18 April 2021 jumlah positif COVID-19 meningkat jadi 425 kasus dari 177 perkantoran," kata Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito.
Jumlah tersebut dihimpun berdasarkan data yang dirilis Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kemunculan beberapa kasus positif di perkantoran, kata Wiku, telah direspons Satgas COVID-19 dengan mendorong pemerintah setempat melakukan penutupan sementara operasional kantor.
Baca juga: Antisipasi klaster baru, perkantoran Tangerang terapkan WFH 50 persen
Baca juga: Kadin pilih pengetatan prokes agar pemulihan ekonomi berlanjut
Baca juga: DKI teliti penyebab kembali munculnya klaster perkantoran
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021