"Polemik tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih mencintai latar belakang sejarah bangsanya. Seharusnya dalam perspektif sosial begitu menilainya. Kritik masyarakat karena merasa ada kebesaran sejarah yang tidak lengkap, jangan ditarik ke sisi politik menuntut macam-macam," ujar Yusuf dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Dia mengemukakan dengan kisruh terjadi menyoal materi Kamus Sejarah Indonesia, menjadi alarm bahwa lingkungan sosial amat memperhatikan kerja pemerintah.
"Rasanya Kemendikbudristek, dalam hal urusan ini khususnya Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, telah menyadari itu. Mereka berbenah siap merevisi naskah kamus sejarah serta mengakui kesalahan, mengakui bila ada kekhilafan. Itu sudah cukup jadi jawaban," ucap dia.
Baca juga: Buku Kamus Sejarah Indonesia tak pernah diterbitkan secara resmi
Menurut Yusuf, tekanan sosial pasti bakal selalu ada dalam kerja pemerintah. Namun melebarkan isu ke mana-mana di luar substansi akan menghilangkan konteks solusi yang seharusnya dicari.
"Misalnya sebab ada kekhilafan tidak masuknya K.H. Hasyim Asy'ari dalam kamus sejarah Indonesia, terus dicetuskan isu ada upaya menghidupkan komunisme lagi, atau si penyusun kamusnya adalah gembong PKI, wah itu sudah membias jadinya. Solusi akhirnya kalah oleh kepentingan tertentu," kata dia.
Akibat tidak masuknya K.H. Hasyim Asy'ari dalam catatan kamus sejarah versi Kemendikbudristek, berdampak maraknya kecaman terhadap Himar Farid sebagai penanggung jawab penyusunan.
Kendati demikian, Hilmar menyatakan siap menarik kembali kamus sejarah tersebut dari peredaran dan akan meninjau ulang.
Ditambah lagi dari penjelasan Hilmar, kamus itu masih berbentuk draf yang belum tuntas pengerjaannya.
Selain itu, Hilmar pun tidak menampik ada kealpaan dalam penyusunan kamus sejarah Indonesia.
Baca juga: Kemendikbud tegaskan tak ada niat hilangkan peran KH Hasyim Asy'ari
Baca juga: Soal polemik Kamus Sejarah, Yenny Wahid puji respons cepat Mendikbud
Baca juga: Tebuireng Jombang: Kamus sejarah Indonesia tak layak jadi rujukan
Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021