New York (ANTARA News) - Marah bisa membantu negosiasi bisnis pada orang Amerika turunan Eropa tetapi kehilangan kesabaran pada orang Asia akan menyebabkan kehilangan transaksi, demikian hasil penelitian yang menunjukkan reaksi kemarahan pada budaya yang berbeda.
Sejumlah peneliti dari INSEAD di Prancis dan dari Universitas California, Berkeley, meneliti apakah kemarahan merupakan strategi yang baik dalam negosiasi, setelah beberapa penelitian menunjukkan bisa menjadi strategi yang efektif sebagai tanda ketangguhan.
Relawan penelitian dari Universitas California membagi menjadi dua kelompok -- dengan 63 orang Amerika keturunan Eropa dan 67 orang Amerika turunan Asia atau orang Asia -- dan ditempatkan dalam situasi negosiasi sebagai "salesman".
Para mahasiswa relawan ditugaskan untuk menjual telepon genggam, dinegosiasikan melalui komputer dan membuat transaksi mengenai isu seperti masa garansi dan harga tetapi mereka tidak diberitahu bahwa klien tersebut akan marah dalam proses negosiasi.
"Orang Amerika turunan Eropa membuat konsesi yang lebih baik kepada lawan yang marah daripada lawan yang tidak emosional. Namun orang Asia dan Amerika turunan Asia menghasilkan konsesi yang lebih kecil bila lawan mereka sedang marah dibanding yang tidak emosional," menurut hasil temuan para peneliti.
Penelitian kedua dimulai dengan mengatakan kepada para partisipan apabila menjadi marah diterima selama penelitian.
Orang Asia dan Amerika turunan Asia membuat konsesi lebih besar pada lawan yang marah bila mereka diberitahu bahwa hal tersebut bisa diterima, dan orang Amerika turunan Eropa kurang bisa menghasilkan konsesi bila mereka dikatakan marah tidak dapat diterima.
Peneliti INSEAD, Hajo Adam, mengatkan orang berperilaku berbeda saat marah dirasakan tidak pantas.
"Orang cenderung untuk bereaksi secara negatif. Mereka tidak lagi mau mengakui. Mereka malah mungkin mau menutup diri dan berpotensi untuk menghukum lawan karena bertindak secara tidak pantas," katanya.
Para peneliti mengatakan hasil penelitian merupakan langkah penting dalam memahami interaksi budaya dan emosi dalam negosiasi.
"Meningkatnya budaya global dalam masyarakat menitikberatkan pentingnya untuk melanjutkan penelitian hubungan pengaruh budaya dan emosi secara luas dalam berbagai latar belakang sosial," tambah mereka.
Penelitian tersebut diterbitkan dalam Sains Psikologi, sebuah jurnal dari Asosiasi untuk Sains Psikologi.
(Uu.KR-IFB/M016/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010