Kupang (ANTARA News) - Pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, meningkat drastis dari 17 orang pada posisi Juni menjadi 167 pada pertengahan Juli 2010.
"Peningkatan pengidap HIV/AIDS di wilayah perbatasan ini diketahui, ketika para pasien mendatangi rumah sakit umum dengan keluhan sakit yang dialami dan langsung dideteksi ke laboratorium ternyata menderita HIV/AIDS," kata Direktur RSUD Atambua, Dr Yohanes Taolin, ketika dihubungi ANTARA News dari Kupang, Kamis.
Menurut dia, banyaknya pasien jenis ini proaktif mendatangi rumah sakit umum, menyusul obat antiretroviral atau obat untuk menghentikan reproduksi HIV/AIDS didalam tubuh yang selama ini dapat diperoleh langsung lewat klinik visity habis.
Kehabisan stok antiretroviral itu memaksa para pengidap yang selama ini masih menutup diri dengan penyakit yang dialami membuka diri sehingga diketahui dan dengan demikian jumlahnya pun ikut meningkat drastis.
Ia mengatakan jumlah ini diprediksi masih berpelung bertambah lebih banyak lagi, karena kasus HIV/AIDS sendiri berdasarkan data yang ada di komisi penanggulangan aids daerah (KPAD) Kabupaten Belu, hingga 31 Maret 2010, jumlah kasus HIV/AIDS mencapai 348 kasus.
Artinya, masih terbuka peluang pengidap HIV/AIDS di wilayah ini bertambah, jika dilihat dari jumlah kasus yang terjadi cukup tinggi dari total 1.200 kasus HIV/AIDS yang ada di Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Ada dampak positif juga dari ketiadaan stok obat antiretroviral. Karena membuat para penderita jujur mengakui virus yang diidapnya, sehingga dapat ditangani secara rutin dan dapat juga mencegah penularan ke orang lain," katanya.
Ia mengatakan saat ini persedian obat antiretroviral di RSUD termasuk klinik-klinik visity yang menangani pengidap HIV/AIDS dalam wilayah Kabupaten Belu, kosong, sehingga mengancam kelangsungan hidup warga di perbatasan Indonesia-Timor Leste.
Kehabisan stok obat ini cukup mengkhawatirkan petugas dan perawat dan meresahkan para pasien pengidap HIV/AIDS di klinik khusus dalam rumah sakit umum daerah Atambua Kabupaten Belu.
Menurut dia, akibat dari keterbatasan stok obat ini banyak penderita HIV/AIDS di kabupaten Belu tidak bisa ditangani secara optimal oleh para konselor di RSUD karena kesulitan mencari dan mendapatkan stok obat obat ini.
Dia mengatakan, kosongnya stok obat jenis ini, ikut memicu tingginya pengidap HIV/AIDS di wilayah ini, termasuk disebabkan juga oleh keluar dan masuknya pelintas batas dan dapat saja menularkan kepada warga setempat dengan cara berhubungan seks yang kurang aman.
"Di wilayah perbatasan dan perkotaan besar lainnya, virus ini berkembang cepat, karena tingkat interaksi para pelintas batas dilakukan secara bebas, sehingga meudah tertular kepada orang lain," katanya.
Ia berharap semua pihak terlibat aktif untuk mencegah penyakit mematikan dengan secara rutin memeriksakan diri ke sarana kesehatan terdekat dan melakukan hubungan seks menggunakan kondom, untuk membatasi tingkat sebaran virus ini ke orang lain.
"Cara ini paling efektif untuk mencegah virus ini agar tidak terjangkit lagi, ketimbang berusaha untuk mengobati, karena hingga sat ini belum pihak medis belum menemukan obat yang mejarab sebagai penawar atau penyembuh dari virus ini," katanya.
(ANT/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010