Kolombo (ANTARA News/Reuters) - AS hari Rabu mendesak Sri Lanka melakukan lebih banyak hal bagi rekonsiliasi pasca perang dan demokrasi, termasuk memastikan pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi pada tahap-tahap akhir perang.
Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Asia Tengah dan Selatan Robert Blake pada akhir kunjungan resmi sehari ke Sri Lanka mengatakan, rekonsiliasi akan membuka lebih banyak peluang bagi rakyat di negara tersebut.
Kunjungan pejabat tinggi AS itu dilakukan setelah pemerintah Sri Lanka bereaksi marah atas pembentukan panel penyelidik kejahatan perang PBB yang akan memberikan masukan kepada Sekretaris Jendral Ban Ki-moon mengenai pelangggaran hak asasi pada tahap-tahap final perang yang berakhir pada Mei tahun lalu.
"Harus ada langkah-langkah lebih lanjut untuk mendorong rekonsiliasi dan demokrasi yang lebih besar," kata Blake kepada wartawan.
Hubungan Sri Lanka dan negara-negara Barat tegang sejak pasukan negara itu menumpas separatis Macan Tamil -- kemenangan yag menyulut kecaman karena banyak warga sipil tewas.
Menteri Pembangunan Wimal Weerawansa melakukan mogok makan pada bulan ini untuk memprotes keputusan pembentukan panel PBB itu, namun Presiden Mahinda Rajapaksa memerintahkannya menghentikan aksi tersebut.
Pemerintah Sri Lanka menolak panel tiga anggota yang dibentuk Ban itu pada 22 Juni, yang akan memberikan saran kepadanya mengenai apakah kejahatan perang dilakukan pada akhir perang saudara di Sri Lanka tahun lalu.
Kolombo sebelumnya juga telah mengabaikan seruan-seruan untuk menyelidiki tuduhan bahwa ribuan warga sipil tewas bersama gerilyawan yang menyerah pada bulan-bulan final perang yang berakhir pada Mei tahun lalu.
PBB memperkirakan bahwa sedikitnya 7.000 warga sipil Tamil tewas dalam konflik empat bulan tahun lalu antara pasukan pemerintah dan pemberontak Macan Tamil.
Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.
Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.
Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.
Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.
Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.
Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.
Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.
Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.
Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.
PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.
Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.
Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala.(M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010