Jakarta (ANTARA News) - Pemimpin Redaksi tabloid Cek&Ricek (C&R) menyatakan, anggota DPR lebih baik menggunakan hak jawab atau bahkan berpolemik untuk beradu argumentasi melalui tulisan di media massa bila tidak setuju dengan pendapatnya.
"Silakan saja mereka gunakan hak jawab, atau berpolemik di media massa sehingga nanti masyarakat akan dapat menilai secara terbuka, dan sejarah akan pula mencatatnya," ujar Ilham kepada ANTARA News di Jakarta, Rabu.
Apalagi, menurut wartawan karir sejak 1975 itu, Komisi I DPR sejauh ini belum menanggapi substansi editorial dan tulisannya yang mempertanyakan kinerja KPI.
"Saya diminta oleh banyak teman wartawan senior untuk tidak pula memberi tanggapan langsung ke DPR, termasuk debat di televisi. Teman-teman ini meminta saya lebih baik memprioritaskan menerima hak jawab," ujar Ilham.
Oleh karena itu, Ilham menyatakan, telah meminta pemimpin perusahaannya untuk menyediakan 20 halaman di tabloid Cek&Ricek (C&R) bagi semua anggota Komisi I DPR menyampaikan hak jawab atau polemik tertulis.
"Ini kebijakan redaksi untuk menghormati kemerdekaan pers untuk rakyat, bahkan wakil rakyat. Silakan para anggota Komisi I DPR, termasuk sahabat-sahabat saya yang selama ini pernah menulis untuk Cek&Ricek menyampaikan hak jawab atau berpolemik secara terulis," katanya.
Ia pun mengharapkan, para anggota Komisi I DPR dapat memenuhi tenggat waktu (deadline) penulisan hingga hari Jumat (23/7), atau menggunakan mekanisme hak jawab yang telah diatur Dewan Pers.
Dalam peraturan Dewan Pers nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab butir ke-17 tercantum: "Hak Jawab tidak berlaku lagi jika setelah 2 (dua) bulan sejak berita atau karya jurnalistik dipublikasikan pihak yang dirugikan tidak mengajukan Kak Jawab, kecuali atas kesepakatan para pihak."
Ilham Bintang, yang juga Sekretaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, mengemukakan pendapatnya itu berkaitan dengan jumpa pers Komisi I DPR di ruang wartawan DPR Jakarta, Rabu, yang meminta Pemimpin Redaksi C&R itu menarik pendapatnya dan meminta maaf secara terbuka.
Jumpa pers itu dihadiri Ketua Komisi I Kemal Stamboel, Wakil Ketua Agus Gumiwang dan anggota Komisi I dari berbagai fraksi, seperti Tantowi Yahya dan Yories Raweyae (FPG), Rachel Maryam (Fraksi Gerindra), Effendi Choirie (FPKB) dan Tri Tamtomo (FPDIP).
Mereka keberatan dengan editorial Ilham Bintang di tabloid C&R dan Telaah ANTARA News yang berjudul "KPI dan Non Faktual". Ilham dalam tulisannya mencantumkan: "... baik Dewan Pers, KPI, maupun Komisi I telah melakukan tindak penghakiman terhadap infotainment. Suatu tindakan yang dulu menjadi ciri kekuasaan di era Orde Baru dan kini dilakukan di masa reformasi ini."
"Ketiga pihak yang bersepakat di dalam RDP Komisi I DPR-RI tidak mematuhi, kalau tidak mau dikatakan justru melanggar UU Pers dan UU Penyiaran. Asas praduga tidak bersalah yang menjadi sendi hukum, diinjak-injak oleh ketiga pihak tersebut. Itu sebabnya, saya mengatakan, maaf sebesarnya, RDP itu semacam gerakan suatu komplotan yang hendak merampas kemerdekaan pers."
"Komisi I meminta pihak yang menuding DPR RI berkomplot dengan KPI dan sebagian Dewan Pers mencederai kebebasan pers di Indonesia, untuk segera menarik kembali pernyataan mereka tersebut dan meminta maaf secara terbuka," ujar Ketua Komisi I Kemal Stamboel.
Menanggapi jumpa pers tersebut, Ilham Bintang memungkas, "Saya wartawan, dan tulisan saya adalah karya jurnalistik yang dipublikasikan pers. Jadi silakan saja sampaikan hak jawab, atau mari kita berpolemik. Biarlah masyarakat luas tahu siapa yang membela kemerdekaan pers, dan sebaliknya siapa pula yang memang ingin membungkam pers."
(ANT/P003/brt)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010