Jakarta (ANTARA News) - Komisi I DPR mendesak Pemred Tabliod C&R Ilham Bintang menarik pernyataannya yang menuding bahwa rapat dengar pendapat (RDP) antara DPR dengan KPI dan Dewan Pers pada 14 Juli 2010 semacam gerakan suatu komplotan yang hendak merampas kemerdekaan pers.

Desakan itu disampaikan kalangan Komisi I DPR dalam jumpa pers di ruang wartawan DPR Jakarta, Rabu. Jumpa pers itu dihadiri Ketua Komisi I Kemal Stamboel, Wakil Ketua Agus Gumiwang dan anggota Komisi I dari berbagai fraksi, seperti Tantowi Yahya dan Yories Raweyae (FPG), Rachel Maryam (Fraksi Gerindra), Effendi Choirie (FPKB)dan Tri Tamtomo (FPDIP).

"Komisi I meminta pihak yang menuding DPR RI berkomplot dengan KPI dan sebagian Dewan Pers mencederai kebebasan pers di Indonesia, untuk segera menarik kembali pernyataan mereka tersebut dan meminta maaf secara terbuka," ujar Ketua Komisi I Kemal Stamboel.

Dikemukakan politisi PKS itu bahwa pihaknya sangat menyesalkan adanya pernyataan yang bisa dikategorikan sebagai penghinaan terhadap parlemen itu (contempt of parliament).

Sebelumnya dalam satu artikelnya yang berjudul "KPI dan Non Faktual", Ilham Bintang menegaskan bahwa Komisi I DPR, KPI dan Dewan Pers telah melakukan tindakan penghakiman terhadap infotainment. Dinyatakannya pula bahwa RDP yang berlangsung pada 14 juli 2010 itu semacam gerakan suatu komplotan yang hendak merampas kemerdekaan pers.

Menurut Tantowi Yahya, kata "komplotan" memberikan nuansa negatif sementara apa yang dilakukan DPR RI adalah agenda kenegaraan yang legal.

Karenanya, politisi Golkar itu meminta Ilham segera mencabut pernyataannya yang dinilai tidak etis tersebut dan selanjutnya meminta maaf kepada masyarakat luas secara terbuka.

"Komisi I tidak memihak kepada siapapun. Kami ini dipilih rakyat dan sangat berkepentingan untuk membela dan melindungi rakyat dari dampak tayangan infotainment. Karenanya kita sangat keberatan dengan istilah `telah berkomplot` itu," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Tantowi juga menjelaskan sejumlah perbedaan antara jurnalistik yang mendasarkan diri pada faktualitas dengan infotainment yang terkategori non faktual.

"Dalam berita itu antara lain yang dikedepankan adalah fakta-fakta dan kepentingan publik. Bukan imajinasi atau halusinasi. Dan ini yang membedakan dengan infotainment itu," tuturnya. Selain itu juga ada banyak prilaku yang terkategori sebagai pelanggaran kode etik yang telah dilakukan insan-insan infotainment.

Hal senada ditegaskan Effendi Choirie. Mantan wartawan yang kini politisi PKB itu menyatakan bahwa keputusan Komisi I dalam RDP dengan KPI dan Dewan Pers adalah keputusan resmi. "Dalam konteks itu, infotainment jelas telah mengabaikan kaidah-kaidah jurnalisme dan karenanya infotainment bukan bagian dari pers," katanya.

Choirie juga menuturkan bahwa Ilham Bintang telah panik dan seolah "kebakaran jenggot" ketika DPR membuat keputusan yang berkaitan dengan nasib rumah-rumah produksi yang dimilikinya. (T.D011/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010