Jakarta (ANTARA News) - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan "legal standing" (kedudukan pemohon) M. Farhat Abbas dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Hajar Indonesia dalam permohonan uji materiil atas Penjelasan Pasal 4 ayat 1 dan Penjelasan Pasal 6 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, saat sidang panel uji material di Jakarta, Rabu, mengatakan subjek hukum "legal standing" adalah yang punya hak konstitusional.
"Ini hak konstitusionalnya apa? Tidak jelas," ungkap Fadlil.
Permohonan yang dikonstruksikan pasal 28J ayat 1 UUD 1945 tidak menyebutkan sebagai subyek yang dihormati hak asasi manusia (HAM) atau sebagai hak dihormati HAM-nya. "Anda termasuk yang mana?", kata Fadlil.
Hakim konstitusi ini juga mempertanyakan LSM Hajar Indonesia sebagai LSM berbadan hukum atau hanya sebagai kelompok masyarakat.
"Itu penting karena nanti saat pleno, pembuktian, buktinya berbeda kalau subjek hukumnya perorangan, cukup sederhana, kalau badan hukum, mesti ada registrasi dan pengesahannya sebagai badan hukum. ini harus pasti," tambahnya.
Setelah mendengar nasihat hakim konstitusi, Farhat akan melakukan perbaikan dalam waktu 14 hari yang disediakan, guna mempertegas permohonannya.
Dalam permohonannya Pengacara Farhat Abbas melalui LSM Hajar Indonesia untuk uji materiil atas Penjelasan Pasal 4 ayat 1 dan Penjelasan Pasal 6 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Permohonan yang dibacakan Kuasa Hukum Muh Burhanuddin, bahwa pasal 4 ayat 1 dalam UU pornografi dengan batu uji yang disandingkan pasal 28j ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi setiap orang wajib menghormati HAM orang lain, dalam tertib kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam pasal 4 ayat 1 UU Pornografi berbunyi setiap org dilarang membuat menyebarluaskan, menggandakan memperjualbelikan, meredarkan pornografi yang memuat persenggamaan.
Namun, ia mengemukakan, dalam penjelasan tersebut tidak termasuk untuk diri sendiri dan kepentingan sendiri. "Penjelasan ini yg kami uji, karena berbenturan dengan batang tubuhnya," katanya.
Sedangkan, dalam pasal 6 UU Pornografi setiap orang dilarang mempertontonkan memiliki atau menyimpan produk pornografi, penjelasan pasal tidak termasuk untuk diri sendiri.
Burhanuddin menyebutkan penjelasan UU ini dianggap inkonstitusional dan akan para pelaku video porno tidak bisa berlindung dibalik kelemahan UU dengan mengatakan bahwa mereka hanya korban belaka.
"Padahal, tindakan mereka melakukan adegan terlarang yg bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat menjadi cerminan yang tidak bagus bagi perkembangan moralitas bangsa," tegasnya.
Untuk itu, dalam pokok perkara uji material UU ini meminta MK menghapus frasa "tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri" karena bertentangan dengan UUD 1945.
(ANT/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010