Kemnaker ingin ketika krisis berjalan, pekerja tetap terlindungi dari segala hal yang dapat melanggar norma ketenagakerjaan
Jakarta (ANTARA) - Direktur Bina Kelembagaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Kementerian Ketenagakerjaan Hery Sutanto mengatakan Undang-Undang "Omnibus Law" Cipta Kerja membuka celah penguatan strategi K3 nasional untuk periode 2021-2025.
Celah yang dibuka pertama kali adalah peluang mewujudkan skema tunjangan bagi pengangguran (unemployment scheme), sebagai salah satu unsur dari sembilan pokok perlindungan jaminan sosial yang baru diimplementasikan oleh Indonesia sesuai amanat Konvensi Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ ILO) Nomor 102 tentang Jaminan Sosial.
Baca juga: Didi Kempot Duta K3 DKI Jakarta
"UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah mengamanatkan kami untuk menyediakan Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP. JKP sendiri merupakan penambahan program jaminan sosial dengan manfaat berupa pelatihan, sertifikasi, uang tunai, fasilitas penempatan yang sangat bermanfaat bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan," ujar Hery dalam diskusi mengenai Omnibus Law, Pandemi, dan Potret K3 di Indonesia secara daring di Jakarta, Selasa.
Untuk diketahui, sembilan jenis perlindungan dalam Konvensi ILO No. 102 itu termasuk perawatan medis, sakit, pengangguran, hari tua, kecelakaan kerja, keluarga, persalinan, cacat dan tunjangan bagi orang yang selamat.
Selanjutnya, dalam konteks pandemi COVID-19, Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan Keputusan Nomor 312 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Keberlangsungan Usaha dalam Menghadapi Pandemi Penyakit pada 17 September 2020.
Baca juga: Sepekan di Jakarta, gugatan banjir hingga sambut bulan K3
Keputusan itu menegaskan dua hal. Pertama, bahwa perlindungan pekerja dan keberlangsungan usaha merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kedua, kebijakan ini merupakan upaya mewujudkan kerja layak yang selama ini dicita-citakan.
"Kemnaker ingin ketika krisis berjalan, pekerja tetap terlindungi dari segala hal yang dapat melanggar norma ketenagakerjaan," kata Hery.
Selanjutnya, Presiden Joko Widodo juga menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang di antaranya adalah risiko sektor Ketenagakerjaan.
Baca juga: Sambut Bulan K3, Anies tekankan keselamatan dan kesehatan
Menurut Hery, arah kebijakan tersebut mempermudah peluang berinvestasi dan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pengembangan usaha khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah.
Kebijakan tersebut mengubah paradigma berusaha berbasis lisensi izin menjadi paradigma baru mengenai berusaha berdasarkan pendekatan risiko. Dengan catatan bahwa setiap usaha apapun tetap diawasi secara objektif oleh pengawas K3 agar tetap memperhatikan kaidah-kaidah terkait keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam kebijakan tersebut, kata Hery, usaha yang memerlukan izin hanyalah yang berisiko tinggi. Sedangkan usaha dengan risiko menengah memerlukan sertifikat standar. Dan untuk risiko rendah hanya mendaftarkan saja melalui sistem terintegrasi secara daring (online single submission/ OSS).
"Pelaku usaha berisiko rendah cukup mendaftarkan nomor induk berusaha serta berkomitmen menerapkan standar usaha berbasis K3," kata Hery.
Hery juga mengatakan saat ini tengah digulirkan reformasi pengawasan ketenagakerjaan yang tidak terbatas hanya kepada penguatan integritas pengawasan, tetapi juga meliputi pembaruan pendekatan dalam pembinaan pelayanan publik.
Semua langkah itu, katanya, memastikan adanya praktik K3 yang lebih baik dan meminimalisasi kecelakaan serta penyakit akibat kerja yang dapat membantu meningkatkan perekonomian Indonesia dan mendorong daya saing di tingkat global.
"Dengan praktik K3 yang lebih baik akan meminimalisasi terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja maka investasi akan terjaga secara aman dan Indonesia siap bersaing dalam dunia global," katanya.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021