Bandung (ANTARA News) - Gerakan peringatan hari tanpa tv, merupakan bentuk sikap kritis masyarakat menyikapi tayangan televisi yang tidak berkualitas, kegiatan ini berlangsung sejak tahun 2005.
Hari tanpa tv (HTT) bukanlah gerakan yang bermaksud memusuhi tv tegas Rita Gani selaku aktivis HTT yang juga salah satu pengajar universitas swasta terkemuka kota Bandung, di Jl. Taman Sari, Selasa.
Bertepatan dengan Hari Anak Nasional pada tanggal 23 Juli mendatang, gerakan HTT ini mengajak masyarakat untuk mematikan tv dalam sehari pada tanggal 25 Juli, sebagai wujud keprihatinan, apabila hal ini diikuti oleh jutaan warga di Indonesia maka dampaknya akan luar biasa sebagai wujud bentuk penolakan masayarakat terhadap acara televisi yang tidak berkualitas, jelasnya.
Kritis dan cerdas dalam menonton tv, setidaknya mencakup memilih acara sesuai dengan usia anak dan mengurangi jumlah jam menonton maximal dua jam dalam sehari karena pada masa perkembangannya, anak memerlukan aktivitas fisik seperti bermain dan bersosialisasi.
Gerakan ini juga memiliki makna penting guna memperkenalkan kepada anak dan keluarga bahwa tanpa tvpun hidup akan dapat dijalani dengan baik. Ini merupakan langkah mengurangi ketergantungan anak pada tv.
Fokus pada isu perlindungan anak inilah yang membuat HTT lebih relevan pada persoalan anak dan keluarga, gerakan ini bermaksud pula untuk menyadarkan pada para orang tua dan dewasa, untuk turut bertanggung jawab pada perkembangan anak dengan lebih memperhatikan pola kebiasaan mengkonsumsi tayangan tv agar tayangan tv dapat memberi manfaat positif tertentu.
Terakhir, Rita menyimpulkan bahwa, bagaimana pun ada acara tv yang bermanfaat , yang terpenting seperti yang sudah ia jelaskan sebelumnya, bahwa masayarakat perlu memiliki kecerdasan dalam memilih tayangan sehingga dapat efektif dalam menyaring tayangan-tayangan materi-materi dewasa ataupun bentuk pornografi yang akan menimbulkan kehilangan masa kanak-kanak bagi generasi Indonesia (ANT/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010