Baghdad (ANTARA News/AFP) - Seorang warga Inggris tewas dalam serangan terhadap konvoi perusahaan keamanan swasta di kota Mosul, Irak utara, Senin, kata sejumlah pejabat Inggris.
"Satu warga Inggris tewas hari ini selama serangan terhadap konvoi di Mosul timur," kata juru bicara Kedutaan Besar Inggris Sophie Farrell kepada AFP, namun ia tidak mengidentifikasi korban.
Farrel menambahkan, tidak ada lagi warga Inggris yang terluka dalam serangan itu.
Kementerian Luar Negeri Inggris mengkonfirmasi kematian itu dengan mengatakan, serangan tersebut dilakukan terhadap konvoi keamanan swasta.
"Seorang warga negara Inggris tewas dalam serangan terhadap konvoi perusahaan keamanan swasta Inggris di Mosul pagi ini. Kami telah memberikan bantuan konsuler," kata seorang juru bicara kementerian itu.
Belum ada konfirmasi segera dari pihak Irak mengenai kematian warga Inggris itu.
Namun, polisi di Mosul mengatakan, lima orang cedera dalam serangan bom mobil pagi hari yang ditujukan pada sebuah perusahaan keamanan asing di kota itu.
Mosul merupakan kota terbesar kedua di Irak dan ibukota dari provinsi bergolak Nineveh.
Inggris menyediakan pasukan terbesar kedua dalam invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003, dan pasukan itu sempat mencapai jumlah 46.000.
Inggris mengakhiri operasi tempur di Irak pada April 2009. Sekitar 100 personel militer mereka masih ditempatkan di kota wilayah selatan, Umm Qasr, untuk melatih angkatan laut Irak.
Dalam kekerasan lain Senin, seorang anggota milisi Sahwa (Kebangkitan) tewas dan tiga lain cedera akibat ledakan bom yang dipasang di mobil mereka di pusat kota Fallujah, 60 kilometer sebelah barat Baghdad, kata polisi.
Serangan itu terjadi sehari setelah 45 anggota Sahwa tewas dalam pemboman bunuh diri di Radwaniyah, juga di Irak barat, ketika mereka sedang antre menunggu pembayaran gaji mereka.
Di Baghdad, bom pinggir jalan menyerang konvoi deputi menteri pertanian Irak, Mehdi Dhamad, kata kementerian dalam negeri. Dhamad selamat tanpa cedera namun lima orang, termasuk seorang pengawal, terluka.
Di Kirkuk, 240 kilometer sebelah utara Baghdad, seorang pria tewas ditembak di depan rumahnya, kata polisi setempat.
Ketidakpastian politik setelah pemilihan umum 7 Maret telah menyulut peningkatan kekerasan dalam beberapa bulan terakhir.
Sebanyak 284 orang -- 204 warga sipil, 50 polisi dan 30 prajurit -- tewas pada Juni, kata kementerian-kementerian kesehatan, pertahanan dan dalam negeri di Baghdad kepada AFP.
Menurut data pemerintah, 337 orang tewas dalam kekerasan pada Mei.
Kekerasan di Irak mencapai puncaknya antara 2005 dan 2007, kemudian menurun tajam, dan serangan-serangan terakhir itu menandai terjadinya peningkatan.
Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.
Pemilihan umum pada 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan bisa memperdalam perpecahan sektarian di Irak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai peningkatan kekerasan ketika para politikus berusaha berebut posisi dalam pemerintah koalisi yang baru.
Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum Maret.
Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun ini, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.
Dua serangan bom bunuh diri menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober.
Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010