Ketua Koperasi Industri Kayu dan Mebel (KIKM) Klender, Jaktim Ade Firman kepada ANTARA di Jakarta, SeEnin mengatakan pengusaha tak bisa menaikkan harga produknya meskipun ongkos produksi naik karena daya beli masyarakat belum membaik.
"Ini dilema yang paling sulit yang bakal kami hadapi," katanya.
Menurut Ade, persoalan TDL bukan semata pada kenaikan biaya listrik, tetapi dampaknya bisa menyebar ke harga bahan baku, ongkos transportasi dan lainnya.
Sekarang, lanjutnya, sebelum TDL benar-benar dinaikkan, harga bahan baku plywood sudah naik, yakni dari yang semula Rp180.000 per lembar menjadi Rp190.000 per lembar.
Ade mengemukakan tarif listrik memakan 5-10 persen dari biaya produksi dan jika TDL dinaikkan sampai 10 persen, maka porsi biaya listrik bisa mencapai 20 persen dari total ongkos produksi.
"Itu baru dari sisi biaya listriknya saja. Belum ditambah kenaikan bahan baku yang lain," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, untuk menyelamatkan usaha para perajin mebel dari kebangkrutan, kenaikan TDL ini kemungkinan akan diikuti dengan pemangkasan jumlah produksi, misalnya dari sebelumnya produksi mencapai 10 set mebel bisa turun hanya 8 set mebel.
Pemangkasan produksi tersebut, lanjutnya,berarti akan berdampak pada pemangkasan jumlah pekerja.
Saat ini jumlah pengusaha mebel yang ada di Klender sekitar 4.200 pengusaha, jika satu pengusaha mengurangi satu karyawannya, berarti akan ada 4.200 karyawan yang di PHK.
Untuk itu Ade meminta kepada pemerintah untuk mengkaji secara cermat dan teliti masalah rencana kenaikkan TDL ini. Jangan sampai untuk menyelamatkan APBN justru berdampak pada pemberian pengangguran kepada masyarakat yang membutuhkan pekerjaan dan penghasilan.(ANT204/S025)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010