Jakarta, 19/7 (ANTARA) - Pada hari ini (15/07/2010), Menteri Keuangan (Menkeu) menyampaikan Keterangan Pemerintah Mengenai Pokok-Pokok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2009 pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Dalam kesempatan tersebut, Menkeu menyampaikan bahwa pengajuan RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2009 dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan konstitusional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD 1945, ketentuan Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dan ketentuan pasal 26 ayat (7) UU Nomor 41 Tahun 2008 tentang APBN TA 2009, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 26 Tahun 2009. Sebelum diajukan kepada DPR-RI, RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2009 berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) telah diperiksa oleh BPK. Berdasarkan hasil pemeriksaannya, BPK memberikan opini "Wajar Dengan Pengecualian (WDP)" atau qualified opinion atas LKPP Tahun 2009.
Opini audit tersebut mencerminkan adanya kemajuan yang sangat signifikan atas kualitas LKPP, yang sebelumnya sejak LKPP Tahun 2004 sampai dengan LKPP Tahun 2008 mendapat opini ?Tidak Menyatakan Pendapat? atau disclaimer opinion. Pemberian opini WDP oleh BPK tersebut disebabkan adanya ketidaksesuaian antara klasifikasi anggaran dan realisasi penggunaannya, terdapat hasil inventarisasi dan penilaian aset tetap yang belum direkonsiliasi dan belum dibukukan, terdapat aset tetap yang belum dilakukan inventarisasi dan penilaian, serta Pemerintah belum mencatat kewajiban kepada PT Taspen (Persero) atas Program Tabungan Hari Tua (THT) Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang timbul akibat kenaikan gaji PNS pada tahun 2007, 2008, dan 2009.
Perbaikan kualitas LKPP Tahun 2009 sebagaimana ditunjukkan dengan membaiknya opini audit BPK merupakan upaya-upaya perbaikan dalam peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang telah dilakukan oleh Pemerintah, sebagaimana telah diakui pula oleh BPK, antara lain: (i) Tidak adanya pembatasan ruang lingkup pemeriksaan; (ii) Menetapkan dan melaksanakan peraturan rekonsiliasi penerimaan perpajakan; (iii) Mengungkapkan penerimaan dan pengeluaran rekening migas secara memadai dan pembebanan PBB atas Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yang belum berproduksi yang didukung dengan dasar hokum; (iv) Melakukan rekonsiliasi data penarikan pinjaman luar negeri dengan lender; (v) Inventarisasi dan penilaian atas aset tetap yang diperoleh sebelum tahun 2005 yang telah mencapai 98%; (vi) Menilai sebagian Aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan sebagian Aset KKKS; (vii) Menetapkan penyajian Aset KKKS yang belum dilakukan inventarisasi dan penilaian di luar neraca (off balance sheet) dan mengungkapkannya dalam Catatan atas LKPP sampai ada kejelasan status kepemilikan dan kebijakan akuntansinya; (viii) Investasi Permanen Penyertaan Modal Negara (PMN) telah disajikan secara memadai dengan data yang lebih lengkap dan valid; (ix) Menetapkan selisih kas tahun-tahun sebelumnya sebagai penambah Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebagaimana disahkan dalam UU Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2008 serta mengidentifikasi penyebab selisih SAL tersebut.
Upaya-upaya perbaikan yang telah dilakukan Pemerintah juga dapat dilihat dari semakin membaiknya opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL). Jumlah LKKL yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion semakin meningkat dari 7 LKKL pada tahun 2006, menjadi 16 LKKL pada tahun 2007, 35 LKKL pada tahun 2008, dan 45 LKKL pada tahun 2009. Jumlah LKKL yang mendapat opini WDP turun karena telah meningkat menjadi WTP dari 38 LKKL (2006), menjadi 31 LKKL (2007 dan 2008), dan 26 LKKL (2009). Sedangkan jumlah LKKL yang mendapat opini disclaimer semakin berkurang dari 36 LKKL (2006), menjadi 33 LKKL (2007), 18 LKKL (2008), dan 8 LKKL pada tahun 2009.
RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2009 adalah berupa LKPP Tahun 2009 yang terdiri atas Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan disertai Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara, Badan Layanan Umum (BLU), dan badan lainnya. LKPP Tahun 2009 dimaksud telah disusun sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), dan juga telah diserta dengan suplemen berupa Laporan Penertiban Rekening Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga, Ikhtisar Laporan Kinerja Pemerintah Pusat, Informasi Pendapatan dan Belanja Secara Akrual, dan Laporan Stimulus Fiskal.
Selanjutnya, berkenaan dengan Hasil Pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun 2009, Pemerintah telah menyampaikan pokok-pokok tanggapan, antara lain sebagai berikut: (i) Pemerintah akan mengoptimalkan penelaahan dan verifikasi terhadap klasifikasi belanja dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara dan Lembaga (RKA-KL), melakukan pembinaan kepada K/L dalam penyusunan anggaran, menyusun prosedur dan criteria dalam pengajuan kegiatan, dan melakukan inventarisasi aset tetap yang dihasilkan dari non belanja modal; (ii) Pelaksanaan inventarisasi dan penilaian BMN sampai dengan akhir April 2010 telah selesai 98%, dan LKPP telah dikoreksi dengan nilai sebesar Rp321,61 triliun. Terhadap K/L yang belum menyelesaikan inventarisasi dan penilaian serta koreksi nilai BMN pada tahun 2009 akan dilakukan pada LKPP Tahun 2010; (iii) Pada dasarnya Program THT PNS merupakan program Pemerintah dan sebagai konsekuensinya Pemerintah bertanggungjawab atas kelangsungan penyelenggaraan program dimaksud. Unfunded liability sebagai utang Pemerintah sebesar Rp7,34 triliun merupakan estimasi sepihak oleh PT Taspen (Persero) yang masih perlu dinilai kembali.
Pemerintah bersama dengan PT Taspen (Persero) sedang melakukan verifikasi dan perhitungan ulang guna memperoleh besaran kekurangan pendanaan Program THT yang wajar. Pemerintah telah mengungkapkan unfunded liability ini dalam LKPP Tahun 2009 (Audited); (iv) Pemerintah akan mengintensifkan penerapan Sistem Akuntansi Hibah pada K/L, menyiapkan peraturan pelaksanaan yang diperlukan, meningkatkan sosialisasi, monitoring, dan rekonsiliasi terhadap penerimaan hibah; dan beberapa tanggapan lainnya mengenai Pencatatan Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah (PPh DTP), pengakuan selisih kurs, pengelolaan BMN, serta penginventarisasian seluruh jenis PNBP yang terdapat di masing-masing K/L.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai hal ini dapat dilihat di www.depkeu.go.id.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Harry Z. Soeratin, Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Kementerian Keuangan
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010