Jakarta (ANTARA News) - Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta, Ibrahim, dituntut selama 12 tahun penjara dalam kasus tindak pidana menerima suap sebanyak Rp300 juta yang diserahkan oleh advokat, Adner Sirait.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa (Ibrahim) selama 12 tahun dikurangi masa kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jaya Sitompul, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin.
Selain hukuman penjara, JPU juga meminta majelis hakim menjatuhkan denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
JPU menuntut Ibrahim dengan menyatakan terdakwa telah melanggar Pasal 12 huruf c UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001.
Mengenai hal yang memberatkan, JPU mengatakan, Ibrahim sebagai hakim dinilai dapat menghilangkan kepercayaan masyarakat dalam mencari keadilan.
Selain itu, Ibrahim juga dinilai telah mencederai semangat pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
"Hal yang meringankan adalah terdakwa mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya, serta berlaku sopan selama persidangan," kata jaksa.
Hakim Ibrahim juga dinyatakan oleh JPU telah mengabdi kepada negara sebagai hakim dalam jangka waktu 25 tahun terakhir.
Hal yang meringankan lainnya adalah terdakwa juga menderita sakit ginjal permanen yang harus melalui proses cuci darah dua kali sepekan.
Sebelumnya, Ibrahim didakwa menerima suap sebesar Rp300 juta dari pengacara Adner Sirait untuk memenangkan perkara yang ditanganinya.
Tim Penuntut Umum saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, 15 Juni, menjelaskan, suap itu bertujuan untuk memenangkan PT Sabar Ganda dalam perkara banding sengketa tanah dengan Pemprov DKI.
Penuntut Umum Sarjono Turin menjelaskan, awalnya Adner berinisiatif mencari tahu susunan hakim yang menangani sengketa hak pakai tanah di Cengkareng Barat yang sedang ditanganinya.
Atas bantuan pihak panitera, akhirnya Adner bisa berkomunikasi dengan Ibrahim, ketua majelis hakim yang menangani perkara tersebut.
(T.M040/D009/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010