Saat berbicara perihal basic income, kata Sonny, tentu tidak bisa lari dari persoalan kemiskinan.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti pada Pusat Penelitian untuk Perubahan Iklim (Research Center for Climate Change/RCCC) Universitas Indonesia meneliti penerapan skema basic income yang khusus diperuntukkan bagi keberlanjutan alam, persoalan iklim dan kemanusiaan.
Ekonom dan peneliti RCCC Universitas Indonesia (UI) Sonny Mumbunan dalam webinar Mewartakan Basic Income untuk Alam, Iklim dan Kemanusiaan yang diakses di Jakarta, Senin, mengatakan dalam penelitian tersebut tim peneliti melihat pula berbagai skema yang mirip dengan basic income, dan mereka justru tertarik seperti yang ada di Alaska sejak 1980-an di mana dana dari hasil eksploitasi minyak dan gas dibagikan ke masyarakat.
Menurut dia, hal yang menarik dari hasil penelitian soal basic income untuk alam, iklim dan kemanusiaan yang sudah terbit di The Nature di 2020 dan baru akan diluncurkan di Indonesia pada Jumat (30/4) tersebut memberikan hasil simulasi dengan latar belakang tanah Papua, tempat yang memang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi namun rentan mengeluarkan karbon emisi gas rumah kaca (GRK) sangat besar saat tutupan hutan di sana dipangkas hingga tersisa 70 persen.
"Jadi enggak main-main. Kalau Papua 'bersin', seluruh dunia akan 'batuk'," ujar dia.
Baca juga: Kemkes-RCCC UI lakukan kajian kerentanan akibat iklim
Lebih lanjut ia mengatakan Papua menjadi agak unik untuk isu kemanusiaan, karena diketahui hutan dan lahannya sudah dikapling untuk bermacam-macam keperluan, mulai dari sawit, tambang, konsesi yang belum dibuka. "Kita tahu 'dicincang' untuk ekstraktif skala besar"
Karena saat berbicara perihal basic income tentu, kata Sonny, tidak bisa lari dari persoalan kemiskinan. Papua dan Papua Barat merupakan dua provinsi miskin di Indonesia, terlebih saat terjadi hal besar seperti pandemi COVID-19.
Dalam simulasi penelitian, mereka kembangkan forest carbon deviden tanah Papua yang dananya mengambil dari jual beli stok karbon dan kemudian digunakan sebagai basic income masyarakat di provinsi tersebut. Orang Asli Papua (OAP) mendapatkan basic income tambahan berdasarkan prinsip afirmatif, sedangkan prinsip citizenship berlaku untuk semua warga yang menetap di Papua.
Baca juga: Vokasi UI siapkan tenaga ahli madya asuransi profesional
Dari hasil simulasi tersebut, tim RCCC UI mendapatkan hasil bahwa OAP bisa mendapat Rp1,7 juta, Rp2,1 juta, hingga Rp2,8 juta per orang per bulan di Papua. Sedangkan untuk Papua Barat mereka bisa memperoleh Rp1,3 juta, Rp1,9 juta, dan RP2,3 per orang per bulan.
Sementara itu, Antropolog FISIP UI Suraya Afiff mengatakan laporan tersebut memberi ide menarik, terlebih belum ada yang berpikir tentang basic income dalam kerangka alam, iklim dan kemanusiaan. Gagasan tersebut inovatif, terlebih simulasi yang dikerjakan di tanah Papua dan Papua Barat yang khas dengan kondisi geografis dan masyarakatnya.
Problem Papua, menurut dia, bukan cuma persoalan kemiskinan saja, tapi justru kebutuhan dasar. Untuk negara-negara di Eropa hasil simulasi basic income tidak begitu terlihat, sementara di negara-negara Skandinavia dan Prancis menerapkan skema layanan dasar, sehingga akhirnya masyarakatnya punya hak tempuh pendidian tidak hanya sampai SMA tetapi hingga universitas.
Baca juga: UI terbaik pertama di Asia Tenggara versi THE World University
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2021