"Saya sampaikan, ini perasaan kiai sepuh. Ada beberapa hal yang menjadi keprihatinan, pertama Pancasila tidak masuk dalam kurikulum pendidikan, kedua frasa agama agar diganti dengan pelajaran budi pekerti, dan ketiga masalah nama KH Hasyim Asy'ari tidak dicantumkan dalam Kamus Sejarah Indonesia. Ini jadi keprihatinan," kata perwakilan dari kiai sepuh, KH Anwar Iskandar dalam acara pertemuan dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan di PP Lirboyo Kota Kediri, Senin (26/4) malam.
Baca juga: Tebuireng Jombang: Kamus sejarah Indonesia tak layak jadi rujukan
Pengasuh Pondok Pesantren Al Amien, Lingkungan Ngasinan, Kelurahan Rejomulyo, Kota Kediri ini menyayangkan beberapa hal tersebut dan berharap segera ada solusi, sebab jika dibiarkan berlarut-larut menjadi tidak baik.
Begitu juga yang disampaikan oleh perwakilan dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, KH Oing Abdul Muid Sohib.
Para kiai dari PP Lirboyo Kota Kediri juga ingin meminta ada kebijakan dari pemerintah agar ulama yang juga telah berjuang demi kemerdekaan bangsa tetap dikenang oleh sejarah.
"Tadi kami klarifikasi, tabayun dan sudah diklarifikasi. Nanti tinggal tindaklanjutnya saja. Kita tidak boleh menafikan peran mbah Hasyim Asy'ari. Tidak dimasukkan dalam kamus sejarah Indonesia itu tidak betul," kata Gus Muid, sapaan akrab KH Oing Abdul Muid Sohib.
Baca juga: Buku Kamus Sejarah Indonesia tak pernah diterbitkan secara resmi
Gus Muid juga menambahkan, Menteri Luhut juga telah memberikan penjelasan di hadapan para kiai sepuh dalam pertemuan di PP Lirboyo Kota Kediri, bahwa tidak dimasukkan nama KH Hasyim Asy'ari ke dalam kamus itu bukan kesengajaan. Menteri Luhut juga menegaskan bahwa peran NU sangat penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
"Menko juga menyatakan, Indonesia kalau tidak ada NU sudah buyar dari kemarin. Tidak mungkin menghilangkan peran Mbah Hasyim," kata Gus Muid menirukan pernyataan Menteri Luhut.
Baca juga: Masyarakat Sejarawan: Pertahankan sejarah sebagai pelajaran wajib
Softcopy Kamus Sejarah Indonesia Jilid I (Nation Formation) dan Jilid II (Nation Building) yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah pada Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, beredar dan mendapatkan kritik dari banyak pihak termasuk pimpinan dari pondok pesantren, termasuk di dalamnya pimpinan Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang.
Bagian Humas Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang Nur Hidayat mengemukakan naskah tersebut sama sekali tidak layak dijadikan rujukan bagi praktisi pendidikan dan pelajar Indonesia, karena banyak berisi materi dan framing sejarah yang secara terstruktur dan sistematis telah menghilangkan peran Nahdlatul Ulama dan para tokoh utama Nahdlatul Ulama, terutama peran Hadlratus Syekh Hasyim Asy'ari.
Baca juga: Wantim MUI ingatkan pentingnya literasi sejarah bangsa
Di antara framing sejarah yang telah menghilangkan peran Nahdlatul Ulama dan para tokoh utama Nahdlatul Ulama tersebut adalah dengan tidak adanya lema Nahdlatul Ulama dan KH Hasyim Asy'ari dalam Jilid I dan Jilid II Kamus Sejarah Indonesia itu.
Lebih lanjut, ia mengatakan jika dicermati lebih dalam, narasi yang dibangun dalam kedua jilid Kamus Sejarah Indonesia tersebut juga tidak sesuai dengan kenyataan sejarah, karena cenderung mengunggulkan organisasi tertentu dan mendiskreditkan organisasi yang lain.
Sementara itu, Menteri Luhut dengan rombongan mengadakan rangkaian kunjungan kerja ke Jawa Timur. Sebelumnya, rombongan singgah ke Kota Batu lalu melanjutkan perjalanan ke Kediri. Adapun agenda di Kediri, memantau proses perkembangan pembangunan bandara di Kabupaten Kediri, dan bertemu dengan para ulama.
Beberapa kiai yang hadir di antaranya KH Hadi Muhammad Mahfud dari Tulungagung, KH Miftachul Akhyar dari Surabaya, KH Ahmad Fahrur Rozi dari Malang, KH Anwar Iskandar dari Kediri. Dari pengasuh dari PP Lirboyo Kota Kediri juga hadir semua di antaranya KH Anwar Manshur, KH Kafabihi Mahrus dan beberapa tamu undangan lainnya. (*)
Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021