Yogyakarta (ANTARA News) - Komunitas Teater Sego Gurih dan Rumah Budaya Tembi mementaskan sandiwara berbahasa Jawa berjudul "Suk-suk Peng" di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu malam, mengusung pesan sosial dengan mengangkat realita masyarakat kecil yang terpinggirkan akibat pembangunan.
"Di setiap pementasan, kami selalu membawa pesan-pesan sosial untuk menyuarakan keluhan rakyat kecil," kata sutradara `Suk-suk Peng` Abdillah Yusuf.
Ia mengatakan istilah "Suk-suk Peng" adalah singkatan dari "diusuk-usuk" sampai gepeng, atau didesak-desak sampai gepeng.
"Yang didesak-desak adalah rakyat kecil korban pembangunan, seperti yang tampak dalam lakon pembantu yang diperlakukan dengan buruk oleh majikan, serta loper koran yang makam ayahnya akan digusur untuk mengakomodasi pembangunan perumahan," katanya.
Ia mengatakan lakon ini cukup mewakili kondisi yang dirasakan masyarakat kelas bawah yang tidak tahu harus mengeluhkan kondisinya kepada siapa.
"Pembangunan lebih mengakomodasi kepentingan pasar, dan akhirnya mereka yang kuat akan semakin kuat, sedangkan yang lemah akan semakin lemah," katanya.
Menurut dia, orang-orang pinggiran semakin terdesak, dan sengaja dilemahkan, sehingga mereka harus menyiasati diri agar mampu bertahan hidup.
"Pentas sandiwara semacam ini dapat menjadi media bagi warga untuk belajar kritis dalam memandang bangsanya," katanya. (ANT158/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010