Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VIII DPR-RI Anita Jacoba Gah mempertanyakan kelanjutan proses kasus dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah Rp33 miliar di Nusa Tenggara Timur yang dilaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi sejak hampir dua tahun lalu.

"Saya sudah melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak hampir dua tahun lalu tapi sampai saat ini belum ada kelanjutannya," kata Anita Jacoba Gah, di Jakarta, Minggu.

Anita menjelaskan, pada saat dirinya melaporkan kasus dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) disertai dokumen laporan yang tidak valid dan diduga sebagian dari laporan tersebut adalah fiktif.

Anggota DPR-RI dari daerah pemilihan Provinsi NTT ini mempertanyakan bagaimana kelanjutan dari kasus dugaan korupsi tersebut karena sampai saat ini belum ada kelanjutannya.

"Kalau dokumen yang dulu telah diserahkan ke KPK hilang atau tercecer saya bisa menyerahkan lagi kepada KPK," kata Anita.

Anggota Komisi X DPR pada periode 2004-2009 ini menjelaskan, dirinya mengetahui adanya kasus dugaan korupsi korupsi dana PLS di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi NTT dari laporan masyarakat saat melakukan kunjungan kerja ke provinsi tersebut pada 2008.

Setelah ditelusuri lebih dalam, katanya, dirinya mengetahui adanya dugaan korupsi dari dana APBN 2007 untuk program PLS di NTT yang dilakukan pejabat Dinas Pendidikan Provinsi NTT dengan memanipulasi laporan dari pelaksanaan program kepada Kementerian Pendidikan Nasional.

Menurut dia, kasus dugaan korupsi itu dilakukan antara lain dengan cara memanipulasi data peserta didik pada program PLS, seperti peserta didik program keaksaraan fungsional (KF).

Dari sekitar Rp77 miliar dana APBN tahun anggaran 2007 untuk program PLS di Provinsi Nusa Tenggara Timur, kata dia, diduga diselewengkan sebesar Rp33 miliar dengan cara membuat data fiktif.

Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini menjelaskan, dari sekitar Rp77 miliar tersebut dana yang diselewengkan dari program keaksaraan fungsional sekitar Rp22 miliar serta dari program PLS lainnya sekitar Rp11 miliar sehingga seluruhnya sekitar Rp33 miliar.

Pada laporan Disdikbud Provinsi NTT kepada Kementerian Pendidikan Nasional, kata dia, dilaporkan anggaran tersebut digunakan untuk pelaksanaan program PLS termasuk, keaksaraan fungsional sebanyak 111.000 peserta yang dibagi dalam 11.100 kelompok.

"Namun ketika lokasi pelaksanaan program PLS seperti yang dilaporkan tersebut didatangi tidak satu-persatu banyak yang tidak ada atau data fiktif," katanya.

Anita kemudian melaporkan kasus dugaan korupsi ini ke Pengadilan Negeri Kupang serta ke KPK pada akhir tahun 2008.

Namun, Pengadilan Negeri Kupang menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa kasus tersebut yakni pejabat Disdikbud Provinsi NTT.

Sedangkan dari laporan ke KPK, kata dia, ada tim penyelidik dari KPK yang datang ke NTT untuk menyelidiki laporan tersebut tapi tidak ada tindaklanjutnya hingga saat ini. (*)
(T.R024/Z002/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010