Jakarta (ANTARA News) - Koalisi Jaminan Sosial Pro Rakyat mengajukan uji materi (judicial review) tentang pungutan iuran wajib dan iur tanggun dalam Undang-undang Nomor 40/2004 tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) karena dinilai akan memberatkan warga negara.
"Iuran wajib dalam Pasal 17 dalam UU SJSN tersebut melanggar hak warga negara yang telah dijamin UUD’45," demikian Hermawanto, SH sebagai kuasa hukum Koalisi Jaminan Sosial Pro Rakyat kepada pers di Jakarta, pekan lalu.
Mantan pengacara LBH-Jakarta ini menjelaskan bahwa bahwa UUD 1945 pasal 28H ayat 1 menegaskan bahwa setiap orang memiliki hak hidup baik dan sehat dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
"Pasal 17 telah menggantikan kewajiban menjadi hak negara untuk memungut iuran. Di pihak lain menggantikan hak cuma-cuma menjadi kewajiban warga negara untuk membayar biaya kesehatannya," katanya.
Untuk itu, atas nama Koalisi Jaminan Sosial Pro Rakyat, dirinya mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap pasal 17 dari UU No 40/2004 ini.
"Kami memohon, agar Mahkamah Konstitusi sudi membatalkan Pasal 17 ini karena secara jelas-jelas memungut iuran dari masyarakat," ujarnya.
Menurut dia, sistim asuransi sosial yang dicantumkan dalam Bab I Pasal 1 Ayat 3 pada seluruh rakyat Indonesia seperti yang dicantumkan pada Bab III Pasal 2 dalam UU SJSN adalah bertentangan dengan UUD’ 45 pasal 28 H ayat 3 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak atas Jaminan Sosial.
"Namanya saja Undang-undang Jaminan Sosial tetapi isinya praktek asuransi. Cirinya jelas yaitu mekanisme mengumpulkan dana masyarakat dari iuran wajib pada setiap warga negara," tegasnya.
Pada 1 Juli 2010 lalu Koalisi Jaminan Sosial Pro Rakyat dengan pengacara Hermawanto, SH mengajukan gugatan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Pasal 17, Undang-undang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 dan pasal 34.
Para penuntut terdiri dari 3 orang pengguna Jamkesmas, 1 orang pengguna Askes, 1 orang buruh pengguna Jamsostek 1 orang pembayar pajak, Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Institute For Global Justice (IGJ), Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI).
"Kami juga meminta agar Mahkamah Konstitusi juga mengeluarkan putusan sela agar menghentikan atau menunda pembahasan Rancangan Undang-undang BPJS (Badan Pelaksana Jaminan Sosial) sebelum ada keputusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat tetap dan mengikat," demikian Hermawanto, SH menegaskan.
Sementara itu, Agung Nugroho dari Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) menjelaskan bahwa memang ditegaskan bahwa pemerintah menanggung iuran wajib bagi orang miskin dan tidak mampu, tapi bagi masyarakat yang di luar klasifikasi tersebut diwajibkan ikut serta dan membayar sendiri iuran wajib tersebut.(*)
(ANT/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010