Simpang Tertib, Bangka Barat (ANTARA News) - Warga Desa Simpang Tiga, Kecamatan Simpang Teritib, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, memelihara sejumlah pohon besar yang biasa dijadikan tempat bersarang binatang jenis lebah.
"Ada beberapa pohon besar namanya pohon ara, tidak boleh ditebang dan dipelihara warga sebagai tempat bersarang lebah yang madunya bisa dimanfaatkan untuk dijual guna meningkatkan perekonomian penduduk," ujar Jamal, seorang warga Desa Simpang Tiga, Sabtu.
Ia menjelaskan, pelarangan menebang pohon besar yang biasa digunakan sebagai tempat bersarang lebah itu dikuatkan dengan surat yang dikeluarkan oleh pemerintah desa setempat.
"Surat pelarangan menembang pohon tempat bersarang lebah itu dikeluarkan pemerintahan desa sejak beberapa tahun ini dan bagi yang melanggarnya akan dijatuhi sanksi," katanya.
Namun, kata dia, jauh sebelum surat pelarangan itu dikeluarkan, warga juga dengan sendirinya memelihara pohon tersebut karena madu yang dihasilkan dari sarang lebah tersebut dapat membantu perekonomian warga.
"Madu lebah itu menjadi mata pencaharian tambahan bagi warga di samping bertani dan menambang timah yang merupakan mata pencaharian pokok warga, "katanya dan menyebutkan harga madu per kilo gram sekitar Rp120 ribu.
Menurut dia, madu lebah dari pohon kayu ara itu baru bisa dipanen jika sudah mendapat izin dari pemerintah desa yang dipanen secara berkelompok dan bergiliran.
Sementara itu, Marhabun, warga yang lainnya mengatakan, Desa Simpang Tiga salah satu desa di Bangka Barat yang dikenal dengan penghasil madu lebah murni yang diambil dari sarang lebah yang bergelantungan di sejumlah pohon besar di sektiar kampung.
"Madu yang dihasilkan dari saran lebah tersebut terdiri atas dua macam yaitu madu `pelawan` yang rasanya pahit dan madu manis," katanya.
Madu pelawan, menurutnya terasa pahit karena lebah menghisap pohon pelawan yang rasanya pahit sehingga madu lebah itu terasa pahit.
"Sedangkan madu manis yaitu lebah menghisap sejenis tanaman pada musim panen atau buah-buahan, sehingga madu lebah itu terasa manis," katanya.
Menurut dia, masa panen madu lebah di desa itu hanya dua kali dalam setahun yaitu sekitar bulan Mei untuk memanen madu lebah pelawan dan Juli untuk memanen madu lebah manis.
"Namun warga juga sering mengalami gagal panen apabila terjadi musim hujan pada jadwal panen tersebut, karena sarang lebah tidak berisi madu jika musim penghujan," katanya.
Menurut dia, hampir setiap pohon besar di desa itu menjadi tempat bersarangnya lebah yang bisa menghasilkan madu.
"Dari sekian banyak pohon yang memiliki sarang lebah, ada tiga pohon besar yang disebut pohon ara memiliki sarang lebah mencapai lima hingga tujuh buah dengan ukuran minimal satu meter," katanya.
Madu yang dipanen dari satu pohon besar itu, kata dia, bisa mencapai puluhan kilo gram sekali panen dan diambil ketika malam hari.
"Madu lebah hanya bisa dipanen pada malam hari yang dilakukan oleh orang tertentu yang disebut dengan pialang," katanya.
(T.KR-HDI/Z002/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010