Jakarta (ANTARA) - Sebagian orang termasuk para pakar kesehatan berpendapat hidangan digoreng termasuk tahu goreng, bakwan, tempe dan lainnya memang lebih terasa enak saat dimasak dengan minyak berkali-kali pakai.
Apa alasannya? Mengapa ini buruk untuk kesehatan tubuh Anda?
"Karena dengan proses kimia yang terjadi, dia (minyak) akan menghasilkan taste yang lebih gurih," ujar dokter spesialis gizi klinik dari Perhimpunan Dokter Gizi Klinik (PDGKI) Cabang Banten, Juwalita Surapsari dalam webinar Hari Kesehatan Dunia bersama Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) dan Jelantah4Change, Minggu.
Hidangan yang cenderung lebih gurih didapatkan dari proses menggoreng menggunakan banyak minyak dengan warna yang kian menggelap, kental atau bahkan berbuih.
Kondisi ini terjadi akibat serangkaian proses, berhubungan dengan titik didih yang menurun dari 232 derajat Celcius menjadi 207 derajat Celcius.
Efeknya, ketika minyak dipakai kembali maka akan mudah terurai dan mengalami proses kimiawi panjang yang menghasilkan radikal bebas. Secara kimiawi, proses menggoreng memunculkan proses oksidasi, hidrolisis dan polimerasi asam lemak yang menghasilkan senyawa bersifat karsinogenik.
"Ada yang namanya acrolein, PAH (polycylic aromatic hydrcarbons) yang sifatnya karsinogenik atau membuat berisiko menyebabkan kanker. Waktu digoreng, minyak ini dalam suhu 170-220 derajat Celcius, maka yang pertama terjadi hidrolisis," kata Juwalita.
Hidrolisis merupakan pemecahan molekul trigliserida menjadi asam lemak bebas dengan gliserol dengan bantuan air dari makanan. Setelah itu terjadi proses oksidasi yang menghasilkan senyawa aldehid, PAH yakni radikal bebas serta berubahnya struktur asam lemak jenis cis menjadi trans fat.
Rekomendasi trans fat sendiri sebenarnya hanya bisa dikonsumsi di bawah 1 persen dari asupan makanan sehari-hari.
Baca juga: Saran dokter untuk penggemar gorengan selama Ramadhan
Baca juga: Suka makan gorengan berlebih saat buka puasa? ini efeknya untuk kulit
Baca juga: Tips aman berpuasa untuk penderita sakit jantung
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021