"Di sini (Gaza) makanan minim, sehingga perlu bantuan makanan bagi warga setempat, bahkan kami pun juga mengalami masalah (minimnya) makanan dan minuman," kata Mohammad Mursalim, saat berhasil dihubungi ANTARA News dari Rafah, perbatasan Mesir-Palestina, Rabu (Selasa waktu setempat).
Pada saat dihubungi, ia meminta agar hubungan telepon tidak terlalu lama, tanpa diketahui alasannya apa. Sejam kemudian, saat dicoba dihubungi lagi, saluran komunikasi sudah tidak bisa dilakukan lagi.
Muhammad Abdullah, Pelaksana Fungsi Konsuler KBRI Kairo pun, yang mencoba menghubungi tim relawan MER-C, untuk berkoordinasi soal rencana evakuasi seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) bernama Umi Saodah (33), yang terjebak di Kota Gaza, sejak perang berkecamuk akibat agresi Israel di Jalur Gaza sejak 27 Desember 2008, meski sudah mencoba tiga kali dalam waktu yang berbeda juga tidak berhasil.
Mursalim mengaku bahwa komunikasi keluar Gaza memang sulit, dalam arti kadangkala bisa, namun tidak jarang gagal, karena area telekomunikasi di wilayah itu di bawah kewenangan Israel. "Kami bisa melakukan komunikasi atas pinjaman simcard pihak rumah sakit (RS) As-Shifa Gaza," katanya.
Staf logistik MER-C Indonesia lainnya --yang masih tinggal di Kairo untuk tugas koordinasi--Ir Faried Thalib juga mengaku bahwa saat bisa tersambung, dirinya juga mendapat pesan agar saat ambulan bantuan untuk rakyat Palestina masuk, bisa dititipkan pula bahan makanan.
"Ya...saya juga mendapat pesan semacam itu," katanya tanpa merinci apakah akhirnya permintaan itu bisa dilakukan.
Sementara itu, Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Mesir Abdurrahman Mohammad (AM) Fachir saat diwawancarai mengenai rencana bantuan tahap ketiga pemerintah Indonesia --dari total komitmen bantuan 1 juta dolar AS--menyatakan bantuan lanjutan mendatang, selain obat-obatan, akan lebih baik dalam bentuk tunai, dan kemudian bisa dibelanjakan di lokasi terdekat sesuai kebutuhan utama rakyat Palestina, khususnya di Gaza.
"Dengan bantuan dana tunai, maka akan lebih efektif penyalurannya karena akan disesuaikan dengan kebutuhan utama yang diinginkan warga Gaza yang sedang membutuhkan makanan dan sejenisnhya," kata AM Fachir.
Informasi yang sama mengenai kondisi memprihantinkan di Gaza, sebelumnya juga disampaikan melalui kesaksian dari dokter Yordania, yakni dr Hosam Zaga dan dr Hamdi, yang menjadi relawan di Gaza.
Keduanya mengemukakan bahwa setelah Israel menyerang Gaza dengan bombardir bom yang dijatuhkan dari pesawat tempur sejak tanggal 27 Desember 2008, pasokan listrik dan air terhenti sehingga rakyat Palestina kian menderita.
"Listrik dan air hanya ada di RS As-Shifa, sedangkan di tempat lain, semuanya terhenti pasokannya," kata dr Hamdi. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009