Washington (ANTARA News) - Seorang ilmuwan Teheran yang mengaku telah diculik oleh mata-mata Amerika Serikat (AS) muncul pada Selasa di Washington, tempat para pejabat membenarkan ia telah tinggal `selama beberapa waktu` tetapi mengatakan ia bebas untuk pulang.
Iran mengatakan agen AS telah menculik Shahram Amiri setelah ia tiba di Saudi Arabia untuk melakukan ibadah haji tahun lalu.
Tetapi spekulasi yang terkumpul menyatakan ia membelot dan bekerja dengan Badan Intelijen Pusat (CIA) milik AS.
Pejabat AS menyangkal penculikan ilmuwan Iran tersebut, walau ada beberapa video yang muncul di Internet menampilkan orang diduga Amiri yang diakui kabur dari agen AS di Virginia.
Amiri berlindung ke seksi Iran di Kedutaan Besar Pakistan di Washington, Selasa, dan sejumlah pejabat mengkonfirmasi untuk pertama kali bahwa ia berada di AS.
"Ia bebas untuk pergi. Ia bebas untuk datang. Ini keputusan yang ia sendiri harus ambil," kata Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton kepada wartawan.
Ia juga menyinggung kasus tiga pendaki muda warga AS, yang telah ditahan oleh Iran selama hampir setahun setelah tidak sengaja memasuki perbatasan Iran saat melakukan pendakian.
Hillary memperbaharui desakan untuk pembebasan mereka.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Phillip Crowley mengatakan Amiri telah berencana kembali ke Iran, Senin, tetapi tidak bisa menyelesaikan seluruh persiapan tepat waktu untuk transit melalui negara ketiga.
"Ia telah berada di sini dalam beberapa waktu. Saya tidak akan memaparkan selama berapa lama, tetapi ia memilih untuk kembali," kata Crowley.
Crowley menolak untuk berkomentar apakah Amiri telah memberikan AS data-data intelijen tetapi mengatakan pejabat AS telah melakukan kontak dengan Amiri.
Seorang pengamat Iran yang memiliki hubungan dengan pemerintah AS mengatakan kepada AFP bahwa Amiri, yang berusia 30-an tahun, telah membelot dan pindah ke Sun Belt di kota Tuscon, Arizona, tetapi keluarganya di Iran mendapat tekanan.
"Ia bukan hasil buruan yang besar. Ia terlalu menjual dirinya. Ia telah dicecar berbagai pertanyaan dan kemudian dibiarkan untuk tinggal di Tuscon," kata seorang akademisi, yang meminta kerahasiaan identitas untuk membahas informasi sensitif tersebut.
"Ia mempunyai ilusi akan bagaimana kehidupan sebagai pembelot. Tetapi ia baru menyadari bahwa masa depannya tidak terlihat cerah dan ia tidak bisa berbahasa setempat dan merasa sendirian," tambahnya.
Jaringan stasiun televisi Amerika, ABC, pertama kali melaporkan pembelotan Amiri pada Maret lalu dan mengutip sejumlah pejabat sebagai `kudeta intelijen` dalam upaya untuk mengacaukan program nuklir Iran.
Amiri mengatakan kepada media Iran bahwa ia meminta dikembalikan ke Teheran secepatnya.
Ia mengatakan ia berada di bawah tekanan psikologis dan selalu diawasi oleh orang-orang bersenjata.
"Setelah disiarkan wawancara saya di Internet dan tercemarnya nama pemerintah Amerika atas penculikan ini, mereka ingin untuk mengembalikan saya ke Iran diam-diam dengan menggunakan penerbangan negara, sekaligus menyangkal seluruh kejadian penculikan ini," katanya kepada stasiun televisi negara milik Iran.
"Tetapi pada akhirnya mereka tidak bisa melakukannya. Sejak penyiaran komentar saya dalam Internet, pemerintah Amerika telah melihat dirinya sebagai pecundang dalam kisah ini," katanya.
"Saya tidak bebas dan saya tidak diperbolehkan untuk menghubungi keluarga saya. Bila terjadi sesuatu dan saya tidak kembali ke rumah dalam keadaan hidup, pemerintah AS akan bertanggung jawab," ujarnya, menekankan ia tidak mengkhianati Iran.
Sebelum ia menghilang, Amiri bekerja di Malek Ashtar Universitas Teknologi di Teheran, yang dipercaya dekat dengan pasukan elit Garda Revolusi milik Iran.
AFP/KR-IFB/M016
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010