..kalau kita selalu mengacu pada pertumbuhan ekonomi, maka laut akan dianggap sebagai ruang eksploitasi baru..
Jakarta (ANTARA) - LSM Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang merupakan kebijakan penataan ruang yang salah kaprah.
"Ini arah peruntukan ruang yang salah kaprah. Kalau bicara keberlanjutan dan keadilan, ini tentu bertentangan dengan prinsip itu," kata Deputi Pengelolaan Pengetahuan KIARA Parid Ridwanuddin dalam webinar Implementasi Tata Ruang Pesisir dalam Konteks PP 21/2021, Kamis.
Seperti diketahui, PP 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang merupakan turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja di sektor kelautan dan perikanan.
Parid mengungkapkan, penataan ruang dalam UU Cipta Kerja sebenarnya ramah investasi. Namun, corak investasi tersebut dalam bidang ekstraksi dan eksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan.
Investasi yang dimaksud pemerintah itu, masih menurut dia, diwujudkan dalam penciptaan kawasan strategis nasional baru yang justru dinilai merusak kelestarian laut.
Baca juga: KKP matangkan peta jalan tata kelola kelautan 2020-2024
Kawasan strategis tersebut antara lain pembangunan proyek pariwisata berskala besar, pertambangan nikel, PLTU, kawasan ekonomi khusus hingga tambang panas bumi. "Itu beberapa hal yang dalam bacaan kami itu didorong tata ruang lautnya ke arah situ," katanya.
Parid menjelaskan, dalam PP 21/2021 ada satu pasal mengenai kawasan strategis nasional dengan ketentuan strategis untuk kepentingan pertahanan dan keamanan, kepentingan pertumbuhan ekonomi, kepentingan sosial budaya, kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan atau teknologi tinggi serta kepentingan daya dukung fungsi lingkungan hidup.
Baca juga: DPR: Prinsip konservasi kelautan harus diutamakan dibanding korporasi
Ia mengkhawatirkan, jika ada ada pangkalan militer ditempatkan di kawasan konservasi laut atau kawasan tangkapan nelayan, maka tentu akan menimbulkan konflik.
"Kami temukan di rencana zonasi di Kalimantan Selatan, ada zona kawasan strategis tertentu untuk kepentingan militer. Kita tahu Kalsel itu bukan daerah perbatasan dengan negara asing. Saya kira itu pertanyaan besar. Kalau kawasan seperti ini diletakkan di jantung aktivitas atau mobilitas masyarakat atau di jantung konservasi, maka saya kira ini akan jadi persoalan baru yang menimbulkan dampak jangka panjang," katanya.
Baca juga: KKP-pemda pastikan 28,1 juta hektare kawasan konservasi dapat terwujud
Ada pun terkait kepentingan pertumbuhan ekonomi, Parid mencontohkan kasus Lumbung Ikan Nasional (LIN) yang dinilainya serupa dengan Food Estate di Kalimantan Tengah.
"LIN itu konsepnya seperti Food Estate di Kalteng dan itu kan sebetulnya terbukti gagal. Lumbung ekonomi skala besar yang tidak berbasis kearifan lokal. Saya kira kalau kita selalu mengacu pada pertumbuhan ekonomi, maka laut akan dianggap sebagai ruang eksploitasi baru setelah kawasan lain habis dieksploitasi untuk kepentingan industri ekstraktif," pungkas Parid.
Baca juga: KKP-YKAN jalin kerja sama dukung perikanan berkelanjutan
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2021