Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Farah Puteri Nahlia meminta pemerintah khususnya Kementerian Pertahanan (Kemhan) mengevaluasi seluruh alat utama sistem senjata (Alutsista) tua yang masih digunakan, setelah kejadian kapal selam buatan tahun 1980-an KRI Nanggala-402 hilang kontak di perairan Bali bagian utara, Rabu (21/4).
Dia menilai untuk menghindari musibah serupa, TNI perlu menghentikan untuk sementara pengoperasian kapal selam sejenis yakni KRI Cakra 401, hingga ada kepastian dan kesiapan yang sempurna dari kapal selam tersebut.
Baca juga: Sahroni apresiasi upaya maksimal pencarian KRI Nanggala-402
"Jangan sampai karena keterbatasan alutista, penggunaan alutsista yang diduga telah obsolete menghambat tugas-tugas prajurit TNI dan bahkan membahayakan nyawa prajurit," kata Farah Puteri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Dia menilai kapal buatan tahun 1980-an memang sudah seharusnya diganti dengan yang lebih baru. Karena itu Farah meminta pemerintah memprioritaskan agenda modernisasi alutsista dan mengevaluasi seluruh kegiatan dan penganggaran yang tidak berkaitan dengan tugas utama TNI sebagai alat pertahanan.
"Penguatan modernisasi Alutsista TNI merupakan kebutuhan yang mendesak mengingat kondisi alutsista yang masih terbatas. Terpenting yang harus digarisbawahi dan kita semua harus ingat, alutsista renta harus diremajakan, jangan sampai mengorbankan para prajurit," ujarnya.
Selain itu, dia menyampaikan keprihatinan yang mendalam dan memanjatkan doa agar seluruh prajurit TNI yang bertugas di dalam KRI Nanggala 402 segera ditemukan dalam keadaan sehat tanpa kurang satupun.
Politisi PAN itu meminta pemerintah memerintahkan seluruh "stakeholder" terkait untuk bersama-sama TNI mencari keberadaan KRI Nanggala 402.
Baca juga: DPR berharap KTT ASEAN hasilkan solusi ciptakan kedamaian di Myanmar
Baca juga: Ketua DPR: TNI perlu analisis penyebab hilang kontak KRI Nanggala-402
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021