Yogyakarta, 13/7 (ANTARA) - Pengusaha hotel di Yogyakarta membuat kebijakan baru, menaikkan tarif sebesar 10 persen hingga 20 persen, pasca pemerintah menyetujui kenaikan tarif dasar listrik per 1 Juli ini.
Kenaikan tarif tersebut untuk menutup beban biaya operasional yang dipastikan akan naik pasca kenaikan TDL (tarif dasar listrik), kata Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta Deddy Pranowo Eryono di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, kenaikan tarif hotel tersebut terpaksa dilakukan oleh pengusaha atau pemilik hotel, karena apabila tetap menggunakan tarif lama maka pengusaha hotel tidak akan memperoleh keuntungan.
"Kenaikan tarif ini pasti akan membuat banyak tamu yang mengeluh. Tetapi apabila tidak dinaikkan, hotel akan rugi," katanya.
Pendapatan yang diperoleh dengan menerapkan tarif lama, lanjut dia, hanya bisa digunakan untuk menutup biaya operasional hotel, tanpa bisa memperoleh keuntungan.
Namun demikian, terdapat sejumlah hotel yang belum dapat menaikkan tarif karena sudah terlanjur melakukan kontrak kerja sama dengan biro perjalanan hingga akhir 2010.
"Hotel-hotel tersebut baru bisa menaikkan tarif setelah selesai menjalankan kontrak. Kondisi tersebut sangat memberatkan, tetapi konsekuensinya memang seperti itu," katanya.
Ia menyatakan, dampak kenaikan TDL akan lebih dirasakan oleh hotel melati dibanding hotel berbintang karena biaya operasional hotel melati mencapai 60 persen dari total biaya yang harus dikeluarkan menajemen.
Jumlah hotel berbintang di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencapai 38 hotel, sementara hotel melati jumlahnya sekitar 1.100 hotel dan total kamar yang tersedia sekitar 4000 kamar.
PHRI, lanjut dia, mengusulkan kepada pemerintah untuk terus melakukan promosi objek wisata di Yogyakarta sehingga kunjungan wisatawan ke Yogyakarta juga akan meningkat yang juga akan membawa dampak pada semakin meningkatkan okupansi hotel.
(E013/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010