Jakarta, (ANTARA News) - Proyek-proyek yang dibelanjai dari pinjaman dan bantuan luar negeri hingga saat ini masih tertutup bagi pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) padahal pemerintah berniat menaikkan defisit anggaran 2009 yang sumber pembiayaannya antara lain dari pinjaman luar negeri.

"Hingga saat ini tinggal perpajakan, proyek-proyek yang dibelanjai oleh pinjaman dan bantuan luar negeri serta biaya perkara yang dipungut oleh Mahkamah Agung (MA) yang tetap tertutup bagi pemeriksaan BPK," kata Ketua BPK, Anwar Nasution di Jakarta, Rabu.

Anwar menyebutkan, tugas BPK semakin meluas setelah diundangkannya UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. UU itu memandirikan BPK dalam hal anggaran, organisasi dan karyawan.

"BPK pun kini bebas menetapkan metodologi pemeriksaannya sendiri dan menyusun laporan pemeriksaan tersebut," katanya.

Menurut dia, UU itu menugaskan BPK untuk memeriksa keuangan negara pada tiga lapis pemerintahan di lndonesia, yakni pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Pada saat yang sama, entitas yang tadinya tertutup untuk diperiksa oleh BPK kini semakin terbuka untuk diperiksa oleh BPK. Pemeriksaan Pertamina dan sektor migas maupun lingkungan hidup, misalnya, merupakan objek baru bagi BPK.

Pada tahun 2005, jumlah entitas yang diperiksa oleh BPK adalah 236 dari APBN, 55 BUMN, dan 578 APBD dan BUMD. Pada tahun 2007 jumlah entitas yang diperiksa oleh BPK meningkat menjadi 243 dari APBN, 37 BUMN dan 1.291 APBD dan BUMD.

"Selama periode 2003-2008, BPK telah menyerahkan 210 kasus dugaan tindak pidana korupsi kepada Kejaksaan Agung, KPK, dan Kepolisian dengan nilai sebesar Rp30,2 triliun dan 470 juta dolar AS," kata Anwar.(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009