Mamuju (ANTARA News) - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Laskar Anti Korupsi Indonesia Sulawesi Barat (LAKI-Sulbar), Ince Rahman Taufiq menenggarai bahwa praktek dugaan pungutan liar Program Badan Pertanahan Nasional (Prona) terstruktur antara pihak Kepala Desa/Lurah dan petugas BPN Mamuju.
"Jika kami cermati praktek dugaan pungli Prona yang terjadi hampir merata di kabupaten Mamuju, kami curiga bentuk kejahatan ini telah terstruktur atau terencana antara pihak aparat kades dengan pihak BPN," kata Ince di Mamuju, Senin.
Menurutnya, setelah dilakukan investigasi di beberapa desa di Mamuju, alasan pungutan yang dilakukan oleh aparat desa/lurah tersebut terungkap berdalih yang sama yakni untuk biaya makan dan operasional untuk petugas pengukur tanah dari BPN setempat.
"Alasan pungutan yang dikemukakan oleh aparat kepala desa/lurah tersebut jelas tidak rasional, karena program Prona yang dicanangkan pemerintah pusat sejak tahun 2007 tersebut telah digratiskan bagi masyarakat pra sejahtera," ungkapnya.
Ia mengemukakan, pungli prona telah merajalela di Kabupaten Mamuju adalah sebuah bentuk kejahatan terencana yang terselubung untuk mendapatkan keuntungan oleh oknum-oknum pengeruk uang rakyat.
"Jelas ini adalah bentuk sebuah kejahatan murni, karena program prona yang diperuntukkan masyarakat miskin untuk mendapatkan sertifikat lokasi telah mendapat pembiayaan dari negara. Jadi buat apa pungutan itu dilakukan," paparnya.
Ia juga mengatakan, memang secara langsung BPN tidak pernah meminta dana kepada warga untuk dibuatkan sertifikat tanah melalui program Prona, tetapi, dana yang dikumpulkan oleh kades/lurah tersebut diperuntukkan untuk biaya makan maupun pengukuran lokasi yang akan disertifikatkan.
"Sekali lagi, alasan apa pun yang dilontarkan oleh kades/luran maupun BPN tetap tidak rasional, karena program ini gratis atau tidak ada biaya satu sen pun," ungkap Ince.
Oleh karena itu, kata Ince, berharap aparat hukum diminta agar kasus dugaan pungli prona tersebut segera melakukan penyelidikan untuk mengungkap kejahatan korupsi yang ada di BPN Mamuju.
"Aparat hukum harus menyentuh kasus dugaan pungli prona yang kami cermati terjadi secara terencana, karena kegiatan tersebut telah merugikan masyarakat kecil maupun merugikan keuangan negara," pinta dia.
Ince menambahkan, ada beberapa kasus yang telah ditemukan di beberapa kecamatan di Mamuju diantaranya terjadi di Kelurahan Sinyonyoi dan Desa Bebanga, dengan jumlah pungutan yang bervariasi mulai dari Rp150 ribu/orang hingga Rp300 ribu/orang.
"Jika kita akumulasi total Pungli prona tersebut, maka jumlahnya ditaksir mencapai puluhan juta rupiah, bahkan tidak menutup kemungkinan jumlahnya lebih dari Rp100 juta," pungkas Ince. ( ACO/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010