Srinagar (ANTARA News/AFP) - Politikus di Kashmir India hari Senin mendesak pemerintah negara bagian itu melakukan penyelidikan independen atas kerusuhan akhir-akhir ini yang menewaskan 15 warga sipil.
Ketika para politikus bertemu untuk membahas cara mengakhiri protes keras selama beberapa pekan terhadap pasukan keamanan yang berbuntut kematian, kawasan yang dilanda kekerasan itu lumpuh pada hari kedua akibat pemogokan yang diadakan oleh separatis anti-India.
"Pertemuan semua partai mendesak pemerintah negara bagian melakukan penyelidikan independen untuk memastikan keadaan yang mengarah pada kematian orang-orang sipil itu," kata Menteri Besar Omar Abdullah kepada wartawan pada akhir pembahasan di Srinagar, ibukota musim panas Kashmir India.
Pasukan India berusaha mengatasi gelombang demonstrasi di lembah Kashmir yang berpenduduk mayoritas muslim setelah mereka dituduh membunuh 15 warga sipil, banyak diantaranya remaja, sejak korban pertama yang berusia 17 tahun tewas pada 11 Juni.
Para politikus juga meminta masyarakat membantu pemerintah negara bagian "memulihkan kedamaian dan keadaan normal", kata Abdullah, ketika kondisi damai yang rapuh bertahan pada hari kedua.
Pihak berwenang mencabut larangan keluar rumah Minggu di Kashmir setelah keadaan mulai tenang di kota-kota besar, namun aktivitas lumpuh setelah separatis menyerukan pemogokan.
Sekolah, toko dan kantor tutup pada hari kedua pemogokan di Kashmir, Senin, ketika para politikus melakukan pertemuan tersebut.
Pemerintah India hari Kamis (8/7) mendesak orang-tua di Kashmir agar menjaga putra-putra mereka tetap berada di rumah setelah kematian sejumlah pemuda dalam protes keras pada bulan lalu.
Sedikitnya 15 orang tewas dalam sejumlah insiden ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan untuk membubarkan demonstrasi marah yang diadakan di lembah Kashmir.
Setiap kematian menyulut kekerasan lebih lanjut meski telah ada seruan agar tenang dari Menteri Besar Kashmir Omar Abdullah. Pemuda dan remaja seringkali termasuk diantara demonstran yang melemparkan batu ke arah pasukan keamanan selama pawai.
Separatis Kashmir mengadakan pawai secara rutin, yang seringkali berbuntut kekerasan, sejak 2008. Puluhan pemrotes tewas dalam pawai sejak itu, sebagian besar akibat tembakan polisi.
Ketegangan di wilayah itu tinggi setelah polisi menuduh militer membunuh tiga warga sipil tidak berdosa pada April.
Militer semula menyatakan bahwa mereka membunuh tiga gerilyawan bersenjata namun kemudian memerintahkan penyelidikan dan mulai menindak dua perwira.
Kelompok Pengawas Hak Asasi Manusia mendesak India mengadili para prajurit yang dituduh membunuh tiga warga sipil dalam bentrokan rekayasa di wilayah Kashmir yang disengketakan.
Kekerasan di Kashmir turun setelah India dan Pakistan meluncurkan proses perdamaian yang bergerak lambat untuk menyelesaikan masa depan wilayah tersebut.
Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu.
Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.
Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.
Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.
New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Serangan-serangan pada 2008 di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.
New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-serangan Mumbai pada November 2008 yang menewaskan lebih dari 166 orang.
India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu -- tampaknya menunjuk pada badan intelijen dan militer Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut.
Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.
India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010