Jakarta (ANTARA News) - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mustafa Abubakar, menyatakan bahwa menyambut kesiapan PT Bank BNI Tbk menyiapkan pendanaan pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

"Kalau BNI bersedia membiayai pengambialihan Inalum, itu sangat bagus," kata Mustafa, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin.

Menurut Mustafa, kesediaan BNI membiayai pengambialihan Inalum tersebut sejalan dengan rencana Kementerian mensinergikan sejumlah BUMN untuk menjadi pemegang saham 100 persen di Inalum.

"Kalau ada sinergi bidang teknis, pendanaan, dan pasar itu bagus sekali," ujar Mustafa.

Sebelumnya, Direktur Utama BNI Gatot Suwondo menyatakan, pihaknya siap mendukung pemerintah untuk merealisasikan rencana akuisisi Inalum.

Menurut Gatot, butuh pembiayaan sekitar Rp8 triliun, yang dapat diperoleh dari pembentukan sindikasi (konsorsium).

"Kita siap saja," ujar Gatot.

Ia mengemukakan bahwa rencana sindikasi itu harus memiliki hitung-hitungan yang tepat bagi perseroan.

Meski demikian, Mustafa mengaku belum mendapat laporan langsung dari BNI. "Belum," ujarnya.

Sebelumnya, Mustafa menuturkan empat BUMN yang akan terlibat dalam proyek pengambilalihan 58,9 persen saham Inalum yang kini dimiliki Jepang.

Tiga dari empat perusahaan plat merah yang akan terlibat adalah BUMN pembiayaan, dan satu lagi adalah BUMN pertambangan.

"Kami akan mengikutsertakan Perusahaan Pengelola Aset, PT Danareksa Sekuritas, dan PT Bahana Securities untuk back up pendanaan. Sedangkan back up teknis akan melibatkan PT Aneka Tambang Tbk," ujar Mustafa.

Saham Inalum sebesar 58,88 persen dikuasai 12 investor Jepang melalui Nippon Asahan Aluminium (NAA), selebihnya adat 41,12 persen pemerintah Indonesia.

Investasi proyek raksasa Asahan ditanamkan sejak 1976. Proyek yang berlokasi di Porsea, Asahan, Sumatera Utara itu, menelan dana sekitar 400 miliar yen atau setara Rp50 triliun dengan modal pinjaman dari pemerintah Jepang

Sesuai perjanjian kontrak RI - Jepang pada 7 Juli 1975, untuk pembangunan Proyek Asahan yang terdiri dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pabrik peleburan aluminium, maka pada Oktober 2013 proyek tersebut akan menjadi milik pemerintah Indonesia.

Perjanjian juga menyebutkan ada opsi kemungkinan memperpanjang kontrak untuk pabrik peleburan, yang proposalnya harus sudah disampaikan paling lambat 31 Oktober 2010.
(T.R017/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010