Kami melihat potensi sangat besar terkhusus energi surya karena bisa dibangun secara cepat dengan harga yang semakin kompetitifJakarta (ANTARA) - Institute for Essential Services Reform (IESR) meminta pemerintah menghentikan semua rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara dan menggantinya dengan pembangkit energi terbarukan mulai 2025.
"Dalam waktu 10 tahun mendatang kita harus meningkatkan akselerasi dan penetrasi energi terbarukan. Setelah 2025, tidak boleh lagi membangun PLTU baru," kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Fabby beralasan melalui Kebijakan Energi Nasional yang sejalan dengan komitmen yang dibuat pemerintah dalam perjanjian internasional Paris Agreement, Indonesia telah menetapkan serangkaian target untuk mengurangi dampak perubahan iklim salah satunya melalui porsi energi terbarukan mencapai 23 persen pada 2025.
"PLTU berusia tua di atas 20 tahun harus mulai dilakukan phase out hingga tahun 2050 seiring dengan peningkatan energi terbarukan," kata Fabby.
Secara teknis dan ekonomis, lanjut dia, keputusan menghentikan aktivitas pembakaran batubara dan suplai listrik dari PLTU dapat dilakukan dengan mudah, tetapi yang menghambat adalah kepentingan politik karena selama ini barubara menjadi sumber pendapatan negara.
Apabila konsumsi energi terbarukan meningkat seiring dengan peningkatan kualitas dan kesejahteraan masyarakat, maka sektor energi akan menjadi kontributor pengurangan emisi gas rumah kaca di Indonesia.
"Komitmen menurunkan emisi butuh keputusan politik untuk meninggalkan energi fosil dengan beralih memanfaatkan energi terbarukan," kata Fabby.
Saat ini, porsi pemanfaatan energi terbarukan dalam bauran energi nasional baru mencapai 11,2 persen dan sisanya 88,8 persen masih didominasi energi fosil.
Merujuk data Kementerian ESDM, kapasitas pembangkit energi terbarukan di Indonesia berjumlah 10.467 megawatt (MW) yang terdiri atas 3,6 MW tenaga hybrid, 154,3 MW tenaga angin, 153,8 MW tenaga surya, 1.903,5 MW tenaga bio, 2.130,7 MW tenaga panas bumi, dan 6.121 MW tenaga air.
Pemerintah menargetkan kapasitas terpasang listrik ramah lingkungan tahun 2025 dapat mencapai 24.000 MW. Selanjutnya, jumlah itu bertambah menjadi 38.000 MW pada 2035.
Bila melihat data itu, maka ada kesenjangan sebesar 13.500 MW yang harus segera dipenuhi pemerintah dalam waktu empat tahun ke depan untuk mencapai target bauran energi terbarukan.
"Kami melihat potensi sangat besar terkhusus energi surya karena bisa dibangun secara cepat dengan harga yang semakin kompetitif," pungkas Fabby.
Baca juga: Kementerian ESDM: Pemerintah jadikan listrik surya penopang bauran EBT
Baca juga: IESR paparkan hambatan pengembangan EBT di Indonesia
Baca juga: IESR: perlu kebijakan nasional dorong pengadaan kendaraan listrik
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021