"Pembangunan sebaiknya direlokasi ke arah utara agar lebar palung yang dilewati lebih kecil, lebih kurang 700 meter," kata Jodi Firmansyah dalam orasi ilmiah sidang terbuka peringatan 90 tahun pendidikan tinggi teknik Indonesia di kampus ITB di Bandung, Senin.
Dengan begitu, jembatan yang dibangun bisa memikul beban mobil dan kereta sesuai dengan rencana pemerintah, katanya.
Meninjau rencana yang dibuat pemerintah, Jodi mengatakan bahwa jembatan akan melewati palung selebar 2-3 kilometer di jalur Pulau Jawa-Pulau Sangiang.
"Hal itu akan menyebabkan terbentuk bentang jembatan sepanjang 2,5 kilometer," katanya.
Dia mengatakan, sekarang belum ada jembatan panjang yang dibangun untuk beban mobil dan kereta yang memiliki bentang jembatan di atas 700 meter.
Berdasarkan perhitungan matematis, jika tidak dipindah, jembatan akan memberi moment guling pada pondasi sebesar 14.400.000 Knm (Kilo newton meter).
"Rasanya belum pernah ada suatu struktur di dunia yang pernah dibangun untuk memikul beban sebesar itu," katanya.
Perhitungan tersebut, katanya, baru menghitung beban yang diakibatkan beban akibat suhu. Faktor lain seperti angin, gempa, beban hidup, beban mati, juga belum diperhitungkan.
"Lagi pula saat ini belum ada teknologi yang mampu mengatasi hambatan-hambatan teknis pada kondisi di atas," katanya.
Dia mengatakan, dengan memindahkan pembangunan jembatan ke arah utara, masalah di atas bisa ditangani karena bentang utama jembatan menjadi lebih kecil.
Pada orasi ilmiah itu, Jodi juga mengatakan, Indonesia telah memiliki sumber daya yang memadai untuk pembangunan jembatan panjang.
"Insinyur teknik sipil di Indonesia sudah mampu menjadi tuan rumah di negara sendiri untuk membangun jembatan panjang," katanya.
Ia juga mengatakan hal tersebut juga didukung dengan melimpahnya sumber daya alam di Indonesia.
"Sebaiknya membangun jembatan menggunakan beton. Di Indonesia material beton dan pabrik semen sudah banyak," katanya.
(KR-ASJ/S018/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010