Salah satu jurnalis muslim tersebut adalah Sabrina Siddiqui. Meski menemui banyak tantangan dalam menjalankan ibadah di negeri dengan Muslim minoritas tersebut, reporter Wall Street Journal di Gedung Putih itu tetap menemukan banyak hal yang menyenangkan selama menjalankan ibadah di Bulan Ramadhan.
Salah satu pengalaman menariknya adalah ketika ia mendapat banyak pertanyaan lucu dari teman-temannya tentang praktik ibadah yang ia jalankan selama Ramadhan.
"Saya mendapat banyak pertanyaan dari teman apakah selama berpuasa saya bahkan tidak diperbolehkan untuk minum sama sekali? Bagi saya itu adalah pertanyaan yang menarik," katanya dalam diskusi virtual bertajuk "Ramadan and Female Muslim Journalists in U.S. Newsrooms" yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Selasa.
Terlepas dari masih banyaknya Islamfobia di negara tersebut, dia melihat bahwa teman-temannya tetap menghormatinya sebagai seorang Muslim dan tetap menghargai ibadah puasa yang ia jalankan saat Ramadhan.
"Mereka menghormati saya. Dan saya kira terkadang kami perlu memberi tahu dan memberi pengertian kepada mereka tentang ibadah yang kita lakukan karena kami tidak tinggal di negara mayoritas Islam," katanya.
Ia mengaku teman-temannya menghormati ibadah puasa yang ia jalankan dengan tidak makan dan minum di depannya. Meski demikian, ia menjelaskan kepada mereka bahwa dia akan baik-baik saja meski mereka makan dan minum di depannya.
"Meski saya berpuasa, tapi saya tetap ingin menemani kalian ke kedai. Meskipun di sana saya tidak akan memesan apapun," kata Sabrina sembari tersenyum.
Selain ingin berbagi pengalaman dengan teman-temannya, ia juga ingin menjadikan momen tersebut sebagai sarana untuk mempererat hubungan dengan teman-temannya yang non-Muslim.
Sementara itu, sama seperti Sabrina, Rummana Hussain, yang merupakan Asisten Editor di Chicago Sun-times, dan Produser VOA TV asal Indonesia, Nia Iman Santoso, juga menemukan banyak hal yang menyenangkan selama menjalankan puasa Ramadhan di Amerika Serikat.
Rummana mengaku bahwa meski dirinya tidak bisa merayakan Ramadan dalam suasana yang sama seperti suasana Ramadan di negara yang mayoritas penduduknya Muslim, tapi ia tetap mendapat banyak perhatian dari orang-orang di sekitarnya.
"Ketika saya di newsroom, orang-orang terkadang merasa khawatir membuat saya lapar ketika mereka makan di depan saya. Saya katakan, tidak apa-apa. Meski kalian makan di depan saya, saya akan baik-baik saja," katanya.
Sementara itu, jurnalis Nia Iman Santoso juga berbagi pengalaman menariknya selama berpuasa di negara tersebut. Salah satunya adalah ketika dirinya tidak mengikuti rutinitas olahraga lari bersama teman-temannya di klub lari.
"Jadi selama Ramadhan, saya menghilang dari pandangan mereka, sehingga di tahun pertama mereka bertanya-tanya mengapa saya menghilang selama sebulan? Kemudian saja menjelaskan kepada mereka bahwa saya tidak akan kuat berlari karena saya sedang berpuasa, saya tidak makan dan minum dari pagi hingga sore," katanya menjelaskan.
"Awalnya mereka tidak mengerti sama sekali. Tapi sekarang mereka memaklumi bahwa jika saya tidak ikut latihan, mereka tahu bahwa saya sedang berpuasa," kata Nia.
Baca juga: Remaja Muslim AS rindukan kegiatan komunitas selama Ramadhan
Baca juga: Raisa bandingkan puasa di Amerika dan Indonesia
Pewarta: Katriana
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021