Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi, menilai KH Idham Chalid merupakan sosok yang luar biasa, bukan saja karena sejumlah jabatan tinggi yang pernah disandangnya, namun juga kearifan dan ketajaman pandangannya.

Hasyim yang sedang berada di Kairo, Mesir, dalam pesan singkatnya yang diterima ANTARA News di Jakarta, Minggu, mengisahkan kenangannya bersama Kiai Idham.

"Ketika itu, ingat saya tahun 1967, saya datang ke Jakarta sebagai Ketua PMII Cabang Malang sekaligus Ketua KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) konsulat Malang. Saya niat memprotes Pak Idham kenapa tidak mendukung gerakan Pak Subhan Z.E. yang menuntut demokratisasi Indonesia di awal Orde Baru," kata Hasyim.

Saat itu, lanjut Hasyim, PMII di bawah kepemimpinan Zamroni memang sangat fanatik kepada Subhan Z.E., tokoh muda Nahlatul Ulama (NU) yang memimpin gerakan prodemokrasi, termasuk menentang menghadapi demokrasi terpimpin pada era Presiden Soekarno.

Ketika diterima Kiai Idham yang saat itu merupakan Ketua Umum PBNU, kata Hasyim, dia pun menumpahkan semua "unek-unek" yang ada di kepalanya.

Menanggapi protes yang dilontarkannya, kata Hasyim, Kiai Idham dengan tenang menjawab dan memberikan pengertian bahwa dalam bertindak tidak boleh "grusa-grusu" atau terburu-buru.

"Kita baru saja selesaikan komunis, sisanya masih panjang. Jangan minta demokrasi dalam saat yang sama, nanti demokrasi ada waktunya sendiri," kata Hasyim menirukan jawaban Kiai Idham.

Mengutip pendapat Imam Ibnu Atho`ilah, lanjut Hasyim, Kiai Idham menuturkan bahwa Allah menyelamatkan satu per satu, tidak sekaligus.

"Biarkan Pak Harto (Soeharto) berkuasa. Setiap zaman ada orangnya dan setiap orang ada zamannya," kata Kiai Idham seperti ditirukan Hasyim.

Kiai Idham, lanjut Hasyim, sama sekali tidak merisaukan keadaan waktu itu, namun justru lebih mengkhawatirkan keadaan yang mungkin terjadi beberapa puluh tahun sesudahnya.

"Yang saya khawatirkan justru puluhan tahun yang akan datang. Kita akan menghadapi kemunafikan, dan saya takut NU tidak mampu menghadapinya karena racun terasa madu," kata Hasyim mengutip pernyataan Kiai Idham.

Kiai Idham, lanjut Hasyim, juga menghargai sikap anak muda NU yang mendukung gagasan Subhan, yang notabene berseberangan dengan pandangan Kiai Idham sendiri.

"Saya senang kau menghormati Pak Subhan. Dia pejuang," kata Hasyim, mengulang pernyataan Kiai Idham kepadanya.

Dari pertemuan itu, kata Hasyim, dia menyadari bahwa pandangan kedua tokoh NU itu, Kiai Idham dan Subhan Z.E., sama-sama benar.

"Keluar dari Pak Idham saya langsung lemas karena konsep Pak Subhan memang bagus dan progresif, tetapi Pak Idham juga benar. Ibarat Nabi Musa dan Nabi Hidr, sama benarnya antara syariat dan hakikat," katanya menambahkan.
(T.S024/D007/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010