Perekonomian global diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya dengan proses pemulihan global yang semakin tidak merata antarnegara

Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia merevisi prakiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2021 menjadi 5,7 persen atau lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya yaitu sebesar 5,1 persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini tumbuh 5,7 persen akan didorong oleh perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China yang berlangsung lebih cepat dibandingkan negara lainnya.

“Perekonomian global diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya dengan proses pemulihan global yang semakin tidak merata antarnegara,” katanya dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Selasa.

Perry mengatakan perbaikan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan semakin kuat sejalan dengan proses vaksinasi yang berjalan lancar dan tambahan stimulus fiskal yang lebih besar.

Sementara pemulihan ekonomi untuk China yang lebih tinggi ditopang oleh perbaikan permintaan domestik dan global.

Tak hanya itu, pemulihan ekonomi global yang lebih tinggi terkonfirmasi oleh perkembangan sejumlah indikator dini pada Maret 2021 seperti Purchasing Managers' Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel di beberapa negara yang terus meningkat.

Perry menuturkan volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga terus meningkat sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang yang lebih tinggi termasuk Indonesia.

Di sisi lain, ia menilai ketidakpastian pasar keuangan dan volatilitas yield UST masih berlangsung seiring lebih baiknya perbaikan ekonomi di Amerika Serikat dan persepsi pasar terhadap arah kebijakan The Fed.

Menurutnya, perkembangan ini berpengaruh terhadap aliran modal masuk ke sebagian besar negara berkembang yang lebih rendah, dan berdampak pada tekanan mata uang di berbagai negara tersebut termasuk Indonesia.

Ia menyebutkan nilai tukar rupiah per 19 April 2021 tercatat depresiasi 1,16 persen secara rerata dan 0,15 persen secara point to point dibandingkan dengan level akhir Maret 2021.

Perkembangan tersebut terjadi seiring masih berlangsungnya ketidakpastian pasar keuangan yang menahan aliran masuk investasi portofolio asing ke pasar keuangan domestik.

Dengan perkembangan ini, rupiah sampai 19 April 2021 tercatat depresiasi sekitar 3,42 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020 atau relatif lebih rendah dibanding negara berkembang lain seperti Brazil, Turki, dan Thailand.

“BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar,” tegasnya.

Baca juga: Gubernur BI: Indonesia lebih optimis dibanding proyeksi IMF
Baca juga: Menko Airlangga proyeksi ekonomi 2021 "rebound" kisaran 5,5 persen
Baca juga: Riset: Ekonomi dunia terkontraksi 4,4 persen, China tumbuh 2,3 persen

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021