Kepala kantor wilayah Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Papua, Nazarudin Bunas mengatakan hal itu di Jayapura Sabtu.
Ia menjelaskan, keadaan tersebut telah mnejadi salah satu kendala paling besar yang dihadapi dalam mengusahakan pengurangan hukuman bagi napi bersangkutan.
"Sebab berapapun besarnya peluang seorang tapol/napol mendapatkan pengurangan hukuman dalam hal ini grasi dari presiden, akan tetapi pengajuan permohonan grasi itu harus datang dari mereka sendiri. Jadi bagaimana bisa mendapatkan grasi kalau yang bersangkutan tidak pernah mengajukannya," terang Nazarudin Bunas.
Ia menambahkan, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Patrialis Akbar saat mengunjungi ke Lapas Klas IIA Abepura, Jayapura, Papua beberapa waktu lalu, telah berjanji akan mencari solusi terbaik bagi tapol/napol di Papua.
Salah satu napol yakni Yusak Pakage telah mendapatkan grasi presiden sehingga langsung dibebaskan pada Rabu (7/7) lalu, padahal jika tidak ada grasi, ia masih harus menjalani pidana hingga Agustus 2013.
Pada saat yang sama seorang napol lainnya Cosmos Yual juga mendapatkan pembebasan bersyarat, karena telah menjalani 1/3 masa hukuman dan berkelakuan baik selama menjalani hukuman.
"Tetapi dalam hal grasi, harus kembali dari bawah yakni napol bersangkutan yang harus mengajukan permohonan kepada pengadilan sebeum sampai pada Mahkamah Agung dan diteruskan kepada presiden. Yusak Pakage dapat grasi karena dia mengajukan permohonan," papar Nazarudin Bunas.
Nazarudin Bunas juga mengungkapkan, kalau kedepannya sedang dipikirkan solusi untuk menangani napol yang enggan mengajukan permohonan grasi, yakni dengan cara meminta keluarganya yang mengajukan.
"Itu baru sekedar wacana yang sedang dipertimbangkan, tetapi jika dilaksanakan tentu akan sangat membantu," lanjutnya.
Berdasarkan data terakhir yang dimiliki kanwil Kemenkumham Papua, ada 34 orang tapol/napol di Papua.(KR-MBK/I006)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010