Indeks dolar telah melonjak 3,6 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini sebelum turun kembali
New York (ANTARA) - Dolar merosot ke level terendah enam minggu terhadap mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena pasar mempertimbangkan kejatuhan imbal hasil obligasi pemerintah AS pekan lalu setelah Federal Reserve menegaskan kembali bahwa setiap lonjakan inflasi kemungkinan bersifat sementara.
Peningkatan sentimen risiko yang ditunjukkan oleh reli pasar saham global baru-baru ini ke rekor tertinggi, juga menekan greenback. Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya turun 0,58 persen menjadi 91,082, melanjutkan tren turun yang dimulai pada akhir Maret.
Dengan pergerakan tersebut, pound Inggris menguat 1,0 persen menjadi 1,40 dolar AS untuk pertama kalinya sejak 18 Maret. Bukti lebih lanjut tentang pemulihan ekonomi di Inggris dari pandemi diharapkan dari data yang akan dirilis pekan ini.
Pelemahan greenback terlihat di seluruh papan perdagangan, dengan mata uang mencapai posisi terendah multi-pekan terhadap mata uang utama lainnya di kelompok mata uang G10, termasuk yen Jepang, franc Swiss, dolar Australia, dolar Selandia Baru, dan euro.
Baca juga: Minyak terangkat pelemahan dolar, keuntungan dibatasi lonjakan pandemi
Pergerakan tersebut kebalikan dari apa yang terjadi dalam tiga bulan pertama tahun ini ketika dolar menguat terhadap mata uang utama yang sama ketika imbal hasil obligasi pemerintah AS naik dan menawarkan pengembalian yang lebih tinggi pada greenback, kata Joseph Trevisani, analis senior di FXSTREET.COM .
Tingkat pelemahan dolar selama perdagangan Senin (19/4/2021) tampaknya mengikuti imbal hasil pada obligasi pemerintah AS 10-tahun yang terakhir naik sedikit menjadi 1,5994 persen setelah jatuh ke 1,5280 persen pada Kamis (15/4/2021) dari tertinggi satu tahun di 1,7760 persen pada Maret.
Indeks dolar telah melonjak 3,6 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini sebelum turun kembali.
"Memang, reli dolar hanyalah kenangan yang jauh sekarang dan kinerja mata uang yang kurang baik tampaknya mencerminkan perbedaan yang jelas dalam prospek antara imbal hasil obligasi AS yang merosot dan imbal hasil obligasi yang agak bagus di tempat lain," kata Valentin Marinov, kepala penelitian valas G10 di Credit Agricole.
"Ini hampir kebalikan dari gerakan yang kami lihat pada Maret," kata Marinov, dikutip dari Reuters.
Euro menguat di atas 1,20 dolar AS untuk pertama kalinya sejak 4 Maret menjadi 1,2037 dolar AS pada sore hari di New York. Bank Sentral Eropa bertemu pada Kamis (15/4/2021) dengan divisi-divisi internal mengenai laju pembelian obligasi, penguncian COVID-19 yang diperpanjang dan potensi penundaan pada dana pemulihan Uni Eropa yang menjadi latar belakang.
Pasar berada dalam periode konsolidasi dalam imbal hasil obligasi AS dan nilai tukar dolar, menurut Masafumi Yamamoto, kepala strategi mata uang di Mizuho Securities di Tokyo.
Dolar dibeli 108,135 yen pada Senin (19/4/2021) sore dan mencapai level terlemah sejak 5 Maret.
Gubernur Fed Christopher Waller mengatakan di CNBC pada Jumat (16/4/2021) bahwa ekonomi AS "siap untuk menguat" karena vaksinasi terus berlanjut dan aktivitas meningkat, tetapi kenaikan inflasi kemungkinan hanya sementara, menggemakan komentar pejabat bank sentral AS lainnya, termasuk Ketua Jerome Powell, selama seminggu terakhir.
Pernyataan mereka bertentangan dengan ekspektasi pasar bahwa pejabat Fed akan melihat tanda-tanda kenaikan inflasi dalam data ekonomi yang kuat dan memutuskan untuk mengetatkan kebijakan moneter lebih cepat dari yang mereka tunjukkan.
Baca juga: Emas terpuruk 9,6 dolar tertekan kebangkitan imbal hasil obligasi AS
Baca juga: Imbal hasil obligasi jatuh, dolar tergelincir ke terendah 4 minggu
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021