membantu kami dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan
Jakarta (ANTARA) - Putusan mediasi Komisi Informasi DKI Jakarta memberikan kepastian hukum terkait status tanah milik seorang warga setelah selama 27 tahun tanpa kejelasan.
"Adanya Komisi Informasi DKI Jakarta, sangat membantu kami dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Kami mendapatkan keadilan sebagai pemohon," kata selaku pemohon Ahmad Falak dalam keterangan pers di Jakarta, Senin.
Adapun pihak yang menjadi termohon adalah Badan Pertanahan Jakarta Selatan.
Dalam sidang mediasi yang diadakan pada Rabu (31/3) Ahmad Falak akhirnya mendapatkan informasi mengenai warkat tanah yang dibelinya sejak 1994.
Selama 27 tahun, status tanah belum ada kejelasan hukum karena saat pembuatan sertifikat, Badan Pertanahan Jakarta Selatan mengatakan bahwa tanah yang dibelinya pada 1994 sudah bersertifikat sejak 1971.
Baca juga: KI DKI perintahkan pemprov berikan seluruh informasi penanganan banjir
Dalam putusannya, Majelis Komisioner memerintahkan termohon untuk memberikan informasi yang diminta pemohon dengan memperlihatkan datanya dalam audiensi.
Arya Sandhiyudha menjadi Ketua Majelis sedangkan Harry Ara Hutabarat dan Nelvia Gustina sebagai anggota Majelis serta Harminus sebagai mediator terkait sengketa informasi pertanahan antara Ahmad Falak melawan Badan Pertanahan Jakarta Selatan.
Pasca pembacaan putusan pekan lalu, termohon menuturkan bahwa pihaknya telah memberikan informasi yang diminta berupa dokumen warkat tanah pemohon dalam audiensi sebagai tindak lanjut atas putusan tersebut.
"Kami memberikan informasi yang diminta oleh pemohon dalam audiensi beberapa waktu lalu. Jadi, kami sudah melaksanakan putusan Komisi Informasi DKI Jakarta. Dalam audiensi tersebut, kami membacakan bukti-bukti dan memperlihatkan dokumen warkat tanah Pak Ahmad Falak," ungkap termohon.
Termohon juga mengungkapkan dalam bukti yang disampaikan, ternyata ada indikasi bahwa Ahmad Falak ditipu oleh penjual tanah.
Baca juga: Anies Baswedan apresiasi Laporan Kinerja Komisi Informasi DKI
Tanah yang dibeli 1994 tersebut, akte jual belinya (AJB) hanya berdasarkan girik sedangkan di tanah tersebut sudah bersertifikat sejak 1971.
Putusan Komisi Informasi DKI Jakarta ini membantu pemohon dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui status tanah yang dibelinya.
"Mungkin jika tidak ada persidangan kemarin, mereka tidak akan memberikan informasinya karena selalu menganggap bahwa informasi tersebut termasuk yang dikecualikan," ujar Ahmad.
Dengan diperlihatkannya warkat tanah yang dibeli pemohon, kuasa pemohon mengungkapkan pihaknya dapat mengambil langkah hukum yang tepat untuk kasus ini.
"Memang betul, setelah kami diperlihatkan warkat tanahnya, ternyata ada indikasi bahwa klien kami ini ditipu oleh penjual," katanya.
Baca juga: KIP putuskan Pasar Jaya buka riwayat kepemilikan tanah
Awalnya, ketika kliennya ingin mengajukan pembuatan sertifikat, diberitahu bahwa tanah yang dimaksud sudah ada nomor sertifikatnya.
"Pertanyaannya, dari mana orang tersebut bisa mendapatkan sertifikat padahal penjualnya sama? Makanya kami ingin mengetahui warkat tanah tersebut," imbuhnya.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021