Menurut Arif, hal ini akan menjadi masalah karena pada tanggal 6 hingga 17 Mei 2021 Pemerintah Pusat membatasi semua moda transportasi tanah air guna mencegah masyarakat pulang ke kampung halaman.
“Kedatangan PMI bulan ini ke Kepri jadi perhatian khusus kami, bagaimana mengirim mereka ke daerah asal kalau nanti transportasi dihentikan. Kalaupun kami kirim dengan kapal perang dari TNI, apakah daerah asal mereka mau menerima warganya," kata Arif Fadillah di Tanjungpinang, Senin.
Oleh Karena itu, Arif meminta solusi dari Pemerintah Pusat terkait penanganan kepulangan PMI tersebut.
Baca juga: Kepri bentuk satgas penanganan pekerja migran
Baca juga: BNPB sokong Kepri tangani pemulangan pekerja migran Indonesia
Salah satu opsi yang ditawarkan adalah membuka jalur masuk alternatif lain guna memecah penumpukan PMI, misalnya di pelabuhan Dumai di Riau atau pelabuhan Tanjung Balai Asahan di Sumatera Utara.
"Kami tidak ingin PMI ini menumpuk di Kepri. Di satu sisi Pemprov tengah berjuang membuka akses wisman untuk pemulihan ekonomi, dan di sisi lain penyebaran COVID-19 harus dikendalikan," ungkapnya.
Lebih lanjut, Arif juga mengaku bingung dengan pertambahan angka positif yang dibawa oleh PMI di Kepri. Mengingat ketika mereka dites usap PCR di Malaysia semuanya menunjukkan hasil negatif, tetapi begitu dites di Indonesia hasil tesnya menjadi positif.
Dia menyebutkan dari Januari hingga April 2021 saja sudah masuk 11.642 orang PMI dari Malaysia dan Singapura.
Dari 11.642 orang itu tercatat ada 158 orang yang positif COVID-19 usai dites usap PCR oleh KKP Tanjungpinang dan Batam.
“Pertambahan angka positif COVID-19 yang dibawa oleh PMI itu turut mempengaruhi perubahan zonasi di Tanjungpinang dan Batam menjadi warna oranye. Karena jumlah mereka yang cukup banyak masuk ke daerah kita,” demikian Arif.*
Baca juga: 35.995 PMI pulang lewat Kepri
Baca juga: Malaysia "lockdown", ribuan pekerja migran Indonesia pulang via Batam
Pewarta: Ogen
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021