Palembang (ANTARA News) - Batik tulis khas Palembang nyaris punah, terbukti kini hanya segelintir orang yang menyimpan dan tidak ada lagi pengrajin memproduksi karya seni tersebut.
Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Iskandar Badaruddin, di Palembang, Jumat mengatakan, sama seperti daerah-daerah lain di Pulau Jawa, Palembang juga memiliki batik tulis khas.
Sejumlah motif batik tulis yang sampai kini terkesan tinggal cerita, seperti kerak mutung dan lasem, katanya.
Menurut dia, dari berbagai motif batik tulis Palembang tersebut memang ada namanya yang mirip dengan motif batik dari Pulau Jawa.
Batik tulis khas Palembang berbeda dengan batik-batik dari daerah lain, karena memiliki ke khasan dari warna, corak tradisional Palembang perpaduan budaya Melayu dan Arab dan Tiongkok, ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini hanya sejumlah orang saja yang masih menyimpan dan memiliki batik tulis khas Palembang tersebut, karena sejak puluhan tahun lalu tidak ada lagi pengrajin memproduksi jenis barang itu.
Zuriat Kesultanan Palembang, menurut dia, berupaya melestarikaan kekayaan seni dan budaya peninggalan nenek moyang mereka tersebut, tentunya dengan menggali dan mengumpulkan serta memproduksi kembali batik tulis, katanya.
Dia menjelaskan, memang tidak mudah untuk menemukan pebatik khas Palembang yang mau menggunakan media canting atau menulis kain sehingga jadi batik saat ini.
Sementara itu, Rohani (50) pengrajin batik cap dan perado khas Palembang mengakui saat ini memang kesulitan membuat batik tulis, karena lebih rumit dan detailnya sangat teliti.
"Kami memproduksi batik cap karena lebih mudah dan cepat selesai," katanya.
Dia menambahkan, sebagai pengrajin mereka hanya berpikir bagaimana produk cepat selesai dan laku, karena batik Palembang juga belum memasyarakat meskipun di daerah sendiri.
Perhatian dari semua pihak untuk melestarikan batik khas Palembang tentunya sangat mereka harapkan bukan hanya dalam bentuk bantuan modal saja, tetapi juga promosi dan galeri penting, tambah dia pula.
(T.PSO-037M033/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010