Padang (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto, menilai bahwa pemberitaan masalah hukum di media massa dengan mencantumkan nama lengkap dan gambar seseorang yang berkasus berpotensi terjadinya pembunuhan karakter.
Hal itu menjadi salah satu wujud kondisi media di Indonesia saat ini di era reformasi, katanya saat menjadi pembicara pada Lokakarya Peranan Jurnalis Dalam Pemberantasan Korupsi yang digelar KPK di Padang, Kamis.
Menurut dia, pencantuman nama lengkap bahkan gambar seseorang yang sedang bermasalah hukum di media massa juga dapat berpotensi melanggar prinsip praduga tidak bersalah.
Ia mengemukakan, kondisi media di era reformasi juga diwarnai masih rancunya penilaian antara fakta dan opini yang dapat menimbulkan friksi dan konflik karena sudut pandang serta penafsiran terhadap suatu aturan tertentu.
Kondisi demikian memunculkan masalah pencemaran nama baik melawan rasa keadilan masyarakat, katanya.
Kemudian, ia menilai, dalam proses penegakan hukum, media dinilai sudah sangat berperan dalam menegakan kebenaran, sebaliknya juga dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berperkara untuk menyampaikan argumentasinya terlepas dari kebenaran isi materinya.
Selain itu, masih didapat fenomena bahwa media digunakan untuk "bisnis" kepentingan yang dapat mengandung potensi konflik didalamnya, tambahnya.
Selain itu, menurut Bibit, era reformasi telah mendorong media dapat berperan lebih besar mengingat prinsip transparansi menjadi kebutuhan masyarakat, dimana hak berpendapat dimuka umum termasuk hak mendapatkan informasi.
Lalu, katanya, terjadi peningkatan prinsip keterbukaan nampaknya kurang diimbangi penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) lain, sehingga timbul friksi bahkan konflik horizontal sebagai akibat euforia reformasi.
Perkembangan media di era reformasi tidak luput digunakan sebagai alat untuk menyerang pihak lain, bela diri dan negosiasi, kata Bibit Samad Rianto.
(T.H014/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010