Simpang Empat,- (ANTARA) - Ninik mamak dan cucu kemanakan Pucuk Adat Yang di Pertuan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, mendatangi DPRD setempat untuk menuntut hak mereka sebesar 20 persen dari 7.000 luas lahan perusahaan kelapa sawit PT. LIN, Senin.
Salah seorang ninik mamak Kinali Gusnifar Majo Sadeo mengatakan mereka datang ke DPRD untuk menuntut hak mereka yang ditangguhkan oleh PT. LIN dengan dasar Permentan nomor 26/permentan/OT.140/2/2007 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan.
"Selain itu juga Permen Agararia dan Tata Ruang nomor 7 tahun 2017 tentang pengaturan dan tata cara penetapan HGU dan dikuatkan lagi dengan SK Bupati," katanya.
Sementara itu Mustika Yana Yang Dipertuan Kinali mengatakan sengketa dan permasalahan lahan dengan PT. LIN sudah berlangsung sejak lama dan sampai saat ini belum ada penyelesaian.
Baca juga: MA nyatakan eksekusi lahan sawit Desa Gondai Riau tak sah
Baca juga: Penyelesaian sengketa lahan sawit harus jadi prioritas pemerintah
Menurutnya persoalan berawal dari penyerahan lahan seluas 7.000 hektare pada tahun 1989 dan tahun 1990 kepada perusahaan kelapa sawit PT. Tri Sangga Guna (TSG).
Namun, masyarakat tidak mendapat haknya berupa plasma dari PT. LIN sebagai perpanjangan tangan dari PT. TSG.
“Sudah puluhan tahun sejak penyerahan lahan tahun 1989 masyarakat menanti haknya berupa plasma atas perkebunan sawit di atas ulayat Pucuak Adat Kinali, namun sampai saat ini belum ada realisasi," kata dia.
Ia menyebutkan PT. LIN sebagai penerus PT. TSG yang mengambil alih (take over) sejak beberapa tahun silam diminta bertanggungjawab untuk merealisasikan hak masyarakat.
Sebagaimana kesepakatan bersama ketika penyerahan lahan pucuk adat atau ninik Kinali pada tahun 1990.
Ia menjelaskan sejak tahun 2005, masyarakat sudah menyampaikan tuntutan pada perusahaan sebagai bapak angkat. Namun tidak juga ada realisasi plasma. Begitu selanjutnya terus menyuarakan tuntutan plasma, namun belum juga berhasil.
“Kami masih menunggu niat baik PT. LIN untuk menyelesaikan masalah ini. Oleh karena itu kami berharap dalam pertemuan selanjutnya untuk dihadiri oleh pimpinan perusahaan," ujarnya.
Ia menekankan jika tidak ada respon positif dan tidak ada penyelesaian maka tidak tertutup kemungkinan pihaknya akan menggelar aksi untuk menuntut hak plasma dan pihak perusahaan mengembalikan tanah ulayat pada masyarakat adat pemilik ulayat.
Anggota Komisi I DPRD Pasaman Barat Ali Nasir meminta kepada pihak PT. LIN untuk memenuhi keinginan masyarakat Kinali, sebab sudah jelas diatur dalam peraturan Menteri dan SK Bupati.
"Kami siap menggiring kasus ini sampai selesai karena selama ini saya lihat pihak PT. LIN tidak ada itikad baiknya dalam penyelesaian masalah ini," katanya.
Ketua DPRD Pasaman Barat Parzal Hafni meminta pihak perusahaan pada pertemuan selanjutnya dapat menghadirkan General Manager atau pihak yang dapat memutus.
"Seharusnya yang hadir mewakili perusahaan bukan kuasa hukum yang tidak bisa memutuskan persoalan ini," ucapnya. Komisi I DPRD Pasaman Barat tentu akan berupaya mencari solusi terbaik terkait persoalan ini.
"Komisi I DPRD akan terus berupaya memperjuangkan hak masyarakat. Namun, kita berupaya bagaimana investor bisa dilindungi tetapi apa yang menjadi hak masyarakat juga harus ditepati," sebut dia.
Sementara itu pihak PT. LIN yang diwakili kuasa hukumnya Armizen SH mengatakan belum bisa memutuskan masalah tuntutan masyarakat Kinali itu. Sebab ini baru tahap pertama dengar pendapat dengan Komisi I DPRD.
"Semuanya pembahasan di sini kami terima dan kami sebagai kuasa hukum PT. LIN belum bisa memutuskan permintaan masyarakat tersebut. Tentu kami memiliki bukti dan data tentang lahan yang disangketakan tersebut," katanya.*
Baca juga: MA nyatakan eksekusi lahan sawit Desa Gondai Riau tak sah
Baca juga: Pengembang Perumahan Grand Wisata Bekasi janjikan klausul damai
Pewarta: Altas Maulana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021