Jakarta (ANTARA) - Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hayu Prabowo​​, mengajak masyarakat makan sahur dan buka puasa secukupnya agar sampah organik sisa makanan tidak menumpuk.

“Kegiatan menjaga lingkungan dan melindungi bumi ini adalah salah satu refleksi dari akhlak beriman untuk mencapai ketakwaan. Karenanya, selama menjalankan ibadah puasa, umat muslim sebaiknya menghindari sahur berlebihan dan berbuka sekenyang-kenyangnya, karena yang diajarkan dalam agama Islam adalah makan secukupnya,” ujar Dr. Hayu Prabowo dalam webinar, dikutip dari siaran resmi, Senin.

Lebih jauh, Hayu mengungkapkan bahwa MUI telah mengeluarkan fatwa nomor 47 tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan. Salah satu hukum dalam fatwa tersebut adalah setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan, serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tabzir (mubazir) dan ishraf (berlebih-lebihan).

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2020, Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton. Artinya, terdapat sebanyak 185.753 ton sampah per harinya yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia.

Baca juga: Cara makan tanpa tinggalkan sisa

Baca juga: Ramadhan momentum kurangi sampah makanan

Dengan kata lain, setiap orang di Indonesia menyumbang sampah sebanyak 0,68 kg per harinya. Dari total jumlah tersebut, sampah makanan merupakan komposisi sampah yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 30,8 persen, diikuti sampah plastik sebesar 18,5 persen, sampah kayu, ranting dan daun sebesar 12 persen, sampah kertas/karton 11,2 persen, sampah kain 4,9 persen, sampah logam 3,56 persen, sampah karet/kulit 3,5 persen, sampah kaca 2,8 persen dan jenis sampah lainnya sebesar 12,8 persen.

Selain itu, laporan terbaru Economist Intelligence Unit (EIU) mengungkapkan bahwa setiap orang di Indonesia setiap tahunnya menghasilkan sekitar 300 kg sampah makanan. Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara kedua di dunia yang menghasilkan sampah makanan terbesar setelah Arab Saudi.

Head of Communication and Engagement Waste4Change Hana Nur Auliana menjelaskan, data itu perlu menjadi perhatian seluruh lapisan masyarakat karena timbulan sampah makanan ini dapat menghasilkan gas metan.

“Laporan EIU juga menyebutkan bahwa gas metan 20 kali lebih berbahaya dibandingkan gas karbondioksida. Sehingga, jika kita tidak berupaya mengurangi dan mengelola sampah makanan secara bijak, maka jumlahnya akan semakin meningkat dan ini akan berpengaruh pada terus memburuknya pemanasan global dan perubahan iklim di bumi ini”, jelas Hana.

Sementara itu, Corporate General Manager Al Jazeerah Hospitality Management, Miftahurrozi, menyampaikan bahwa sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di industri hospitality, khususnya makanan dan minuman khas Timur Tengah, Al Jazeerah terus berkomitmen menjaga kelestarian bumi. Pihaknya membuat program ramah lingkungan seperti menggunakan sedotan kertas dan tas plastik singkong, penggunaan kertas daur ulang bermitra dengan UMKM lokal, penghematan energi, dan pengelolaan sampah secara bertanggung jawab.

Terkait dengan sampah makanan, Al Jazeerah mendorong para pelanggannya agar bijak mengkonsumsi makanan dan memfasilitasi para pelanggan agar membawa pulang sisa makanan yang masih layak dikonsumsi.

Selain itu, Al Jazeerah juga telah bekerja sama dengan Waste4Change dalam pengelolaan sampah, mulai dari pemilahan dan pengangkutan sampah secara bertanggung jawab. Dari material sampah yang diperoleh dari lokasi restoran Al Jazeerah, Waste4Change membantu pengolahan sampah organik menjadi pakan hewan dan pupuk tanaman, mendistribusikan material sampah anorganik ke mitra daur ulang, serta memberikan pelatihan pengelolaan sampah kepada seluruh karyawan Al Jazeerah.

Waste4Change berharap dapat terus berkolaborasi bersama seluruh lapisan masyarakat untuk mengurangi jumlah sampah yang berakhir di TPA dan lingkungan. Waste4Change terus mengimplementasikan berbagai program pengelolaan sampah secara bijak mulai dari edukasi dan riset pengelolaan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah organik dan anorganik menjadi material baru yang dapat dimanfaatkan kembali.

“Kita tidak bisa memungkiri bahwa antusiasme masyarakat Indonesia terhadap kegiatan memasak dan mengonsumsi makanan akan meningkat selama periode bulan Ramadan hingga Idul Fitri, Oleh karena itu, memasuki Ramadhan 1442 Hijriah, kami akan terus menjalankan berbagai program edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya memilah dan mengelola sampah secara bijak, khususnya sampah organik yang berasal dari sisa makanan,” demikian Hana.

Baca juga: Kurangi sampah dengan buat kompos sendiri di rumah

Baca juga: KLHK dorong pengelolaan sampah sumber pertumbuhan ekonomi sirkular

Baca juga: Tiga tips kurangi limbah makanan

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021