Baghdad (ANTARA News/Reuters/AFP) - Serangan bom bunuh diri menewaskan sedikitnya 30 peziarah Syiah Irak yang sedang dalam perjalanan menuju sebuah tempat suci dan melukai 75 orang, Rabu, meski pengamanan ketat dilakukan selama peringatan keagamaan, kata satu sumber kementerian dalam negeri.
Serangan itu dilakukan ketika massa peziarah hendak mencapai sebuah jembatan dimana 1.000 orang Syiah tewas dalam kekacauan berdesakan dalam acara ritual serupa pada 2005 setelah mereka mendengar desas-desus mengenai serangan bom.
Pelaku yang melancarkan serangan Rabu memakai sabuk peledak, kata sumber kepolisian. Serangan-serangan bom bunuh diri sering kali merupakan ciri gerilyawan Sunni Al-Qaeda, yang menganggap muslim Syiah sebagai kaum murtad.
Pengamanan perayaan Syiah itu menjadi ujian penting bagi pasukan keamanan Irak selama kekosongan politik setelah pemilihan umum Maret yang tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan menjelang berakhirnya operasi tempur AS pada Agustus.
Ratusan ribu orang Syiah bergerak melewati jalan-jalan di Baghdad untuk memperingati kematian seorang ulama suci Syiah zaman pertengahan. Puncak acara itu terjadi pada Kamis.
Pihak keamanan mengerahkan 200.000 polisi dan prajurit untuk melindungi peziarah ketika mereka menuju tempat suci Imam Moussa al-Kadhim di Baghdad utara. Aparat melarang sepeda motor dan sepeda di sejumlah besar kawasan kota untuk berusaha mencegah serangan-serangan.
Beberapa helikopter militer Irak terbang di atas tempat suci berkubah keemasan itu, sementara para penembak jitu bersiaga di atap-atap bangunan.
Namun, serangan-serangan masih tetap terjadi. Selain serangan bom bunuh diri di dekat jembatan itu, ledakan bom pinggir jalan di distrik Baghdad Baru menewaskan dua peziarah dan mencederai 23 orang, sementara pemboman pinggir jalan di Baghdad baratdaya mencederai enam orang dan satu ledakan lagi di Baghdad tenggara melukai empat orang.
Serangan-serangan Rabu itu merupakan yang terakhir dari rangkaian kekerasan yang meningkat di Irak dalam beberapa waktu ini.
Ketidakpastian politik setelah pemilihan umum 7 Maret telah menyulut peningkatan kekerasan dalam dua bulan terakhir.
Sebanyak 284 orang -- 204 warga sipil, 50 polisi dan 30 prajurit -- tewas pada Juni, kata kementerian-kementerian kesehatan, pertahanan dan dalam negeri di Baghdad kepada AFP.
Menurut data pemerintah, 337 orang tewas dalam kekerasan pada Mei.
Kekerasan di Irak mencapai puncaknya antara 2005 dan 2007, kemudian menurun tajam, dan serangan-serangan terakhir itu menandai terjadinya peningkatan.
Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.
Pemilihan umum pada 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan bisa memperdalam perpecahan sektarian di Irak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai peningkatan kekerasan ketika para politikus berusaha berebut posisi dalam pemerintah koalisi yang baru.
Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum Maret.
Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun ini, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.
Dua serangan bom bunuh diri menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober.
Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.
Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.
Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.
Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010