Padang (ANTARA News) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Sumatera Barat Reza Falepi mengatakan, hampir 90 persen kegagalan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena mengeluhkan infrastruktur listrik.
"Ketika investor yang gagal berinvestasi di Indonesia, inti kendalanya pada infrastruktur listrik," kata anggota DPD Komite II itu, saat pertemuan dengan Pemprov, Pemkab/Pemkot se-Sumbar, dan manajemen PLN di gubernuran Sumbar, Rabu.
Dalam masa reses anggota DPD asal Sumbar itu menampung aspirasi tentang dampak kenaikan TDL dalam pertemuan yang dihadiri Alirman Sori, Emma Yohanna dan Plt. Sekdaprov Sumbar, Mahmuda Rivai.
Selain itu, Bupati Tanah Datar, Shadiq Pasadigue, Asisten Ekonomi dan Pembangunan kabupaten/kota se-Sumbar dan General Manejer PLN Wilayah Sumbar, Krisna Simba Putra bersama jajarannya dan unsur Kadin dan AKLI Sumbar.
Menurut Reza, kendala yang selalu dikeluhkan penanam modal tersebut adalah masalah listrik. Selain itu, rencana pembangunan pembangkit baru pada 2011, tapi investornya berencana masuk pada tahun ini.
Karena masalah ini berkaitan dengan industrialisasi dan peningkatan ekonomi di daerah, katanya, maka pertanyaannya apakah desentralisasi listrik memungkinkan atau tidak sehingga daerah punya peran di situ.
Menurut Reza, industrialisasi sekarang ini tanpa listrik jelas tidak mungkin sehingga harus dicarikan solusinya.
"Saya pernah diusulkan beberapa tahun lalu, rasionalisasi PLN karena untuk satu provinsi mungkin belum mampu. Misalnya ada regional wilayah Selatan atau Utara," katanya.
Menurut dia, tanpa desentralisasi sampai 20 tahun ke depan PLN akan terus begini saja karena pemasalahan PLN sama dengan menyelesaikan benang kusut.
Jadi, tambahnya, kalau dilihat persoalan PLN adalah masalah investasi, pelayanan dan kebutuhan masyarakat karena mazhab bisnis listrik di Indonesia sampai sekarang tak jelas.
Berbeda dengan negara lain yang mazhabnya jelas kapitalisme sehingga ditetapkan tinggi pun tetap dibeli.
"Kalau sistem bisnisnya sosialis harus disubsidi terus, tapi sampai kapan sanggupnya. Makanya sampai kini belum jelas polanya," katanya. (SA/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010